REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil evaluasi pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang dilakukan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan, penyelenggaraan pemilihan langsung kepala daerah (pemilukada) secara langsung di Papua tidak efektif.
Karena itu, Kemendagri bakal mengubah aturan pemilukada di tingkat provinsi dan kabupaten/kota agar diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP).
Menurut Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, aturan tersebut diatur dalam Undang-Undang (UU) Pilkada, hasil revisi UU Pemerintah Daerah, yang sedang dibahas dengan Komisi II DPR. "Yang paling ideal, pelaksanaan pemilukada di Papua melalui DPRP saja," ujar Gamawan di gedung Kemendagri, Jumat (9/3).
Dijelaskannya, rencana itu sudah melalui pertimbangan matang dan juga hasil menyerap berbagai aspirasi berbeda-beda dari masyarakat Papua. Gamawan menjabarkan, kelompok yang menyalurkan aspirasi dan dimintai pendapat mencakup, kelompok agama, adat, dan suku yang tersebar di sana.
Melihat latar belakang kultural, ekonomi, dan pendidikan di Papua, imbuh Gamawan, penerapan sistem pemilihan langsung tidak cocok sehingga belum dapat diterapkan seutuhnya.
Apalagi pihaknya melihat fenomena hampir seluruh pemilukada di Papua menimbulkan konflik dan sampai pada memecah belah keharmonisan masyarakat. Bahkan selalu yang kalah menggugat hasil pemilukada ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan alasan diselenggarakan tidak jujur. Belum lagi, kata dia, masyarakat di Bumi Cenderawasih tidak percaya pada partai politik (parpol), dan lebih percaya terhadap kepala suku atau adat.
Pihaknya juga pernah mendengar Ketua MK Mahfud MD menilai pemilukada tidak cocok diterapkan di Papua, namun perlu diselenggarakan pemilihan yang bersifat khusus dan berbeda dibanding daerah lainnya. "Kalau mau pemilihan masyarakat tak melihat partai, tapi ketua sukunya pilih apa. Ini pertimbangan kami"