Senin 04 Jul 2022 07:30 WIB

Pemerintah Disarankan Keluarkan Perppu Pemilu, Dampak Pemekaran Papua

Pemerintah disarankan keluarkan Perppu Pemilu 2024 untuk pemekaran Papua dan IKN

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Esthi Maharani
Suasana rapat paripurna ke-26 masa persidangan V tahun 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/6/2022). Dalam Rapat Paripurna tersebut mengesahkan RUU pembentukan Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan menjadi Undang-Undang, penyampaian hasil pembahasan pembicaraan pendahuluan RAPBN tahun 2023 serta rencana kerja pemerintah, penyampaian keterangan pemerintah atas RUU tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN 2021, mengesahkan calon Hakim Agung dan calon Hakim AdHoc Tipikor pada Mahkamah Agung terpilih, dan pengesahan lima RUU provinsi, serta mendengarkan pendapat fraksi-fraksi terhadap RUU usul inisiatif anggota DPR RI tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta/hp.
Suasana rapat paripurna ke-26 masa persidangan V tahun 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/6/2022). Dalam Rapat Paripurna tersebut mengesahkan RUU pembentukan Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan menjadi Undang-Undang, penyampaian hasil pembahasan pembicaraan pendahuluan RAPBN tahun 2023 serta rencana kerja pemerintah, penyampaian keterangan pemerintah atas RUU tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN 2021, mengesahkan calon Hakim Agung dan calon Hakim AdHoc Tipikor pada Mahkamah Agung terpilih, dan pengesahan lima RUU provinsi, serta mendengarkan pendapat fraksi-fraksi terhadap RUU usul inisiatif anggota DPR RI tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus, menyarankan agar pemerintah keluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai langkah terkait usulan Komisi Pemilihan Umum (KPU) soal status Pemilu 2024 di IKN maupun tiga provinsi baru di Papua. Sebab jika merevisi UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, hal tersebut diperkirakan memakan waktu panjang dan bisa saja merambah kepada kluster-kluster lain.

"Padahal kita hanya akan mengisi kekosongan aturan soal Pemilu dikarenakan adanya Daerah Otonomi Baru (DOB) di tiga provinsi di Papua dan IKN," kata Guspardi dalam keterangan tertulisnya, Senin (4/7/2022).

Ia menerangkan, pemerintah juga pernah keluarkan Perppu ketika menunda pelaksanaan pilkada 2020 dari semula 23 September 2020 menjadi 9 Desember 2020. Ia mengklaim diskusi dan pembicaraan di Komisi II juga telah disepakati bahwa Perppu akan diambil untuk mengisi kekosongan instrumen hukum soal Pemilu di lokasi-lokasi tersebut daripada melakukan revisi Undang-Undang Pemilu.

"KPU boleh saja mengusulkan, tapi yang menentukan DPR bersama pemerintah. KPU itu menyelenggarakan pelaksanaan apa yang kita tetapkan oleh DPR dan Pemerintah," tuturnya.

Sementara itu pasca disahkannya tiga DOB Papua baru, Guspardi menilai penambahan anggaran Pemilu merupakan sebuah keniscayaan. Persoalan tersebut akan dibahas bersama KPU.

"Jadi tergantung kesepakatan pemerintah dan DPR kapan waktu yang tepat untuk kita bahas. Sekarang ini kan baru tahapan pemilu, belum masuk kepada penetapan dapil dan lain sebagainya," ungkapnya.

Sebelumnya, KPU menginginkan revisi Undang-Undang Pemilu harus bisa diselesaikan pada akhir tahun 2022. Tujuannya untuk memastikan DOB diikutsertakan dalam Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024.

"Akhir tahun 2022. Kenapa? Karena Februari sudah ada kegiatan atau tahapan KPU menetapkan daerah pemilihan sehingga dengan begitu ketentuan tentang dapil (daerah pemilihan) harus sudah siap," kata Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, Rabu (29/6/2022).

Kemudian, pada Mei 2023, kata Hasyim, sudah harus digelar tahapan pencalonan, baik untuk DPR RI maupun DPD RI. "Oleh karena itu kan sebelum pencalonan sebisa mungkin urusan dapil sudah selesai (termasuk daerah pemilihan untuk daerah otonomi baru jika revisi UU rampung akhir 2023). Idealnya begitu," ucapnya.

Hasyim menjelaskan ada dua bentuk daerah otonomi baru, yang pertama adalah DOB seperti di Papua dan yang kedua Ibu Kota Negara. Daerah otonomi baru di Papua, menurut dia, akan berdampak pada pemilih, daerah pemilihan alokasi kursi DPR RI, dan pemilihan DPRD, gubernur, serta bupati atau wali kotakalau terbentuk kabupaten atau kota.

"Namanya juga DOB, daerah otonomi baru, salah satu tandanya, daerah otonomi itu punya DPRD. Maka kemudian konsekuensi ada DPRD provinsi dan dapilnya juga harus ditata ulang," ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement