Senin 04 Jul 2022 16:55 WIB

IHSG Terpangkas Dua Persen, GOTO Pimpin Top Losers

Empat saham bank besar juga masih melanjutkan reli penurunan sepanjang hari ini.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Nidia Zuraya
Karyawan berjalan di dekat layar yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta (ilustrasi). IHSG terpangkas cukup tajam pada perdagangan awal pekan, Senin (4/7/2022). IHSG ditutup melemah sebesar 2,28 persen ke level 6.639 setelah sempat terkoreksi 3 persen pada sesi pertama.
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Karyawan berjalan di dekat layar yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta (ilustrasi). IHSG terpangkas cukup tajam pada perdagangan awal pekan, Senin (4/7/2022). IHSG ditutup melemah sebesar 2,28 persen ke level 6.639 setelah sempat terkoreksi 3 persen pada sesi pertama.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpangkas cukup tajam pada perdagangan awal pekan, Senin (4/7/2022). IHSG ditutup melemah sebesar 2,28 persen ke level 6.639 setelah sempat terkoreksi 3 persen pada sesi pertama.  

Kelompok saham paling likuid, indeks LQ45 jatuh lebih dalam sebesar 2,48 persen. GOTO mencatatkan penurunan paling dalam sebesar 6,49 persen dan memimpin saham-saham top losers hari ini. BUKA turut terpangkas dengan penurunan hingga 3,76 persen. 

Baca Juga

Selain itu, empat saham bank besar juga masih melanjutkan reli penurunan. BBCA, BMRI, BBNI dan BBRI masing-masing terkoreksi lebih dari dua persen. Hanya sebagian saham tambang yang mampu bertahan di zona hijau seperti INCO, ADRO dan ITMG.

Senior Technical Analyst Henan Putihrai Sekuritas, Liza Camelia Suryanata, mengatakan pergerakan IHSG sepekan terakhir diwarnai berbagai sentimen negatif baik domestik maupun global. Salah satunya kenaikan inflasi bulan Juni yang cukup tinggi menjadi perhatian pelaku pasar. 

"Data inflasi juni di 4,35 persen benar-benar mengejutkan di luar ekspektasi, bahkan melebihi batasan pagu yang telah dinaikkan oleh Bank Indonesia (BI) belum lama ini di level 4,2 persen," kata Liza kepada Republika, Senin (4/7/2022).

Menurut Liza, pelaku pasar khawatir kenaikan inflasi dapat memicu BI untuk turur menaikkan suku bunga acuan. Apalagi Amerika Serikat (AS) berencana menaikkan lagi suku bunga pada bulan Juli sebesar 75 bps untuk menekan laju inflasi. 

Seiring naiknya suku bunga bank sentral AS Federal Reserve (the Fed), dolar AS akan semakin menguat, sedangkan mata uang rupiah semakin tertekan."Jadi sepertinya market khawatir bahwa sebentar lagi BI tidak punya pilihan lain selain ikut menaikkan suku bunga," kata Liza.

Di Eropa, bank sentral mempunyai target untuk bisa menekan inflasi sampai 2 persen. Sehingga, tren kenaikan suku bunga sudah mulai diikuti beberapa negara Eropa. 

Di sisi lain, ttren kenaikan suku bunga ini mengancam pertumbuhan kinerja perusahaan di semester kedua, yang sebelumnya sudah mulai pulih dari kejatuhan saat awal era pandemi. Hal ini membuat perkiraan ekonomi akan kembali melemah.

"Oleh karenanya investor ramai-ramai melepas saham-saham yang memang sudah naik tinggi dan beralih ke aset lain seperti dolar AS, US treasury, and gold," kata Liza.

Selain itu, sentimen negatif juga datang dari kenaikan kasus Covid di dalam negeri yang cukup mampu menimbulkan kegelisahan pelaku pasar. Naiknya kasus Covid nasional dikhawatirkan dapat memicu pengetatan mobilitas sehingga mengganggu pemulihan ekonomi.

Secara teknikal, Liza menjelaskan, IHSG masih relatif berjalan di uptrend untuk jangka panjang. Bahkan jika harus jatuh ke level Support previous Low  6650-6550, IHSG masih berada di atas jalur pendakian. Dengan kondisi ini, Liza melihat, pasar Indonesia belum memasuki bear market atau tren pelemahan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement