REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk menilai, penambahan modal dari pemerintah kepada perseroan akan mempercepat penyaluran pembiayaan khususnya ke segmen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Adapun penambahan modal BTN melalui skema hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue direncanakan digelar pada tahun ini.
Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo mengatakan, pemerintah mendukung aksi korporasi perseroan. Pemerintah pun akan ikut serta dalam rights issue tersebut melalui penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 2,98 triliun.
"Pemerintah sangat mensupport BTN. Saat ini, lebih banyak lagi masyarakat membutuhkan rumah yang harus didukung, terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Tambahan PMN akan menambah kecepatan kami menyalurkan pembiayaan. Jika tanpa PMN tetap bisa ekspansi tetapi akan lebih lambat," ujarnya dalam keterangan tulis, Senin (4/7/2022).
Menurutnya, penambahan modal akan meningkatkan kemampuan bank menyalurkan kredit sehingga dapat menekan angka backlog perumahan terutama segmen MBR. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020, angka backlog kepemilikan perumahan sebesar 12,75 juta.
Berdasarkan hitungan perseroan, setiap penambahan modal Rp 1 triliun, akan menghasilkan kemampuan mendorong penyaluran kredit sekitar Rp 12 triliun. Adanya rencana PMN sebesar Rp 2,98 triliun yang mewakili 60 persen saham pemerintah pada perseroan, maka total nilai penerbitan saham baru sebesar Rp 4,96 triliun, sebanyak Rp 1,98 triliun sisanya atau setara 40 persen akan diperoleh dari investor publik.
Maka demikian, tambahan PMN yang diberikan pemerintah itu bisa meningkatkan kapasitas kredit sebesar Rp 58,8 triliun. "Modal atau equity merupakan harta pemegang saham yang menjadi penyangga apabila terjadi risiko kerugian kredit macet. Maka itu, BTN tetap membutuhkan likuiditas dari dana masyarakat maupun pasar modal untuk melakukan ekspansi kredit," ucapnya.
Sementara itu, Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah menambahkan penambahan modal oleh pemerintah kepada BTN akan dirasakan langsung oleh segmen MBR. "Yang paling penting dari PMN adalah meningkatkan kemampuan BTN dalam membiayai rumah bersubsidi ke segmen MBR. Segmen inilah yang langsung menikmati tambahan modal BTN," ucapnya.
Menurutnya, pembiayaan ke sektor properti oleh BTN juga memiliki dampak berganda yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi domestik."Besarnya multiplier effect dari KPR BTN, menunjukkan pemerintah harus mendukung BTN dari sisi permodalan. Setiap modal yang dikeluarkan oleh pemerintah akan kembali lagi menjadi pertumbuhan ekonomi nasional," ucapnya.
Multiplier effect atau efek domino dari sektor properti terbagi dalam tiga hal, yakni dari sisi output, income, dan dampak terhadap pembangunan. Dampak multiplier effect berbeda dari setiap bank yang menyalurkan kredit ke sektor properti. Semakin tinggi multiplier effect, maka semakin tinggi efektivitas penyaluran kredit yang dilakukan.
Seperti kajian yang dilakukan BTN, dari setiap Rp 1 yang dikeluarkan untuk sektor perumahan akan menciptakan output pada ekonomi Rp 2,15. Maka itu, misalkan dilakukan penempatan dana sebesar Rp 20 triliun yang disalurkan sektor perumahan akan berdampak pada peningkatan output ekonomi nasional sebesar Rp 43 triliun.
Dari sisi income multiplier, setiap Rp 1 yang dikeluarkan sektor perumahan akan menciptakan tambahan penghasilan pada pekerja sektor perumahan Rp 0,76. Maka itu, jika dilakukan penempatan dana Rp 20 triliun yang disalurkan sektor perumahan akan berdampak pada peningkatan penghasilan pekerja pada sektor perumahan Rp 15,2 triliun.
Dari sisi dampak terdapat pembangunan, KPR yang disalurkan melalui BTN lebih besar dibandingkan KPR melalui bank lainnya secara nasional. KPR BTN juga terbukti lebih efektif menumbuhkan beberapa komponen pembentuk ekonomi nasional seperti konsumsi rumah tangga, investasi, konsumsi pemerintah dan net ekspor, serta penyerapan tenaga kerja.