REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG - - Ratusan warga yang tergabung dalam Forum Dago Melawan menerobos masuk Balai Kota Bandung dan melakukan unjuk rasa tepat di depan kantor Wali Kota Bandung. Rombongan pengunjuk rasa yang baru saja menggelar aksi serupa di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) itu menuntut pemerintah Kota Bandung untuk segera mengabulkan gugatan warga.
Sambil mengangkat tinggi-tinggi spanduk dan kertas bertuliskan sejumlah protes, warga meneriakkan orasi yang menuntut agar Pemerintah Kota Bandung memberikan klarifikasi dan kejelasan mengenai status tanah yang hingga kini masih disengkatakan itu.
“Kita ingin meminta kejelasan dari Pemkot Bandung, karena kawasan Dago Cirapuhan sudah ditempati warga sejak puluhan tahun, kami ingin kroscek itu, karena tidak ada tindaklanjut apapun dari pemkot,” kata Angga kepada awak media di Balai Kota, Senin (4/7/2022).
Warga, kata Angga, juga meminta Pemkot Bandung untuk segera memberikan sertifikasi tanah yang hingga kini tak kunjung selesai. Dia mengatakan, dari 6 hektare tanah, 4,7 hektare di antaranya belum memiliki sertifikat.
“Urusan permohonan sertifikat juga belum selesai, padahal sudah satu tahun berselang,” kata dia.
Dia menegaskan, bahwa aksi akan terus berlanjut hingga ditemukannya titik terang. “Aksi masih akan tetap berlanjut dan warga akan terus kejar Pemkot Bandung dan upayakan pertemuan dengan wali kota agar persoalan ini cepat menemui titik terang,” tegasnya.
Perlu diketahui bahwa lahan hunian warga Dago Elos-Ciharupan terancam digusur usai adanya klaim dari ahli waris keluarga Muller. Dan PT Dago Inti Graha yang berencana meyulap kawasan seluas 6,3 hektare itu menjadi kawasan apartemen The MAJ.
Pada 2019, sejatinya Mahkamah Agung telah menolak klaim tersebut, namun pada 2022, secara tiba-tiba Mahkamah Agung melalui putusan Peninjauan Kembali Nomor 109/PK/Pdt/2022 mengabulkan gugatan keluarga Muller atas tanah Dago Elos, dan menjadikan keluarga Muller berhak atas kepemilikan tanah seluas 6,3 hektare tersebut.
Forum Dago Melawan mengklaim, bahwa sejak awal, apartemen The MAJ telah menuai banyak masalah karena pembangunannya yang berada di atas wilayah resapan yang seharusnya difungsikan sebagai hotan kota. Belum lagi pembangunan yang lokasinya berdekatan dengan pemukiman warga, yang dikhawatirkan bisa membahayakan keselamatan 2. 000 lebih jiwa yang menghuni di wilayah tersebut.
“Kami tidak akan tinggal diam, kami akan mempertahankan lahan ini dan melawan orang-orang yang mencoba merebut hak dan martabat kami,” tegasnya.