Selasa 05 Jul 2022 08:59 WIB

Pengamat Kritisi Transparansi Kinerja Satgas BLBI

Satgas BLBI dinilai sulit rampungkan target tagih dana senilai Rp 110 triliun

Rep: Flori Anastasia Sidebang/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) dan Satgas BLBI saat menyita aset terkait obligor PT Bank Asia Pasific atas nama Setiawan Harjono/Hendrawan Harjono. Aset yang disita berupa tanah dan bangunan seluas total 89,1 hektare yang terletak di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (22/6/2022).
Foto: Republika/Flori Sidebang
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) dan Satgas BLBI saat menyita aset terkait obligor PT Bank Asia Pasific atas nama Setiawan Harjono/Hendrawan Harjono. Aset yang disita berupa tanah dan bangunan seluas total 89,1 hektare yang terletak di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (22/6/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kebijakan publik Lutfil Hakim mengatakan, dalam beberapa kasus kinerja Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) perlu mendapat perhatian khusus. Lutfil menyebut, dengan durasi waktu kerja hingga 31 Desember 2023, cukup berat untuk Satgas BLBI merampungkan target menagih dana BLBI yang macet di sekitar 40 obligor sebesar lebih dari Rp 110 triliun.

Sebagian besar diantaranya berupa aset, seperti tanah atau gedung bangunan dan sejumlah barang jaminan bergerak. Menurutnya, angka ini masih jauh dari target nilai aset eks BLBI yang diperkirakan mencapai Rp 110,45 triliun berdasar data dari Lembaga Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).

Lutfil pun mengkritisi langkah Satgas BLBI karena berpotensi melanggar hukum. Hal ini ia sampaikan dalam diskusi publik yang digelar Nusakom Pratama Institute bekerjasama dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Jawa Timur di Aula PWI Jatim di Surabaya pekan lalu. 

Lutfil yang juga menjabat sebagai Ketua PWI Provinsi Jawa Timur itu menambahkan, upaya perdata yang selama ini telah dilakukan belum bisa memaksa obligor menuntaskan kewajibannya. Setidaknya, jelas dia, ada dua lembaga serupa yang sebelumnya sudah dibentuk pemerintah untuk memburu aset BLBI, tetapi gagal. 

“Sebelumnya pemerintah sudah membentuk BPPN (Badan Penyehatan Pebankan Nasional) dan PPA (Perusahaan Pengelolaan Aset) tapi semuanya tidak berhasil,” kata Lutfil dalam keterangannya di Jakarta, Senin (4/7/2022).

Ia menyampaikan, salah satu contoh terkait tendensi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Satgas BLBI, yakni penyitaan aset senilai Rp 2 triliun milik PT Bogor Raya Development (BRD) dan PT Bogor Raya Estate (BRE) di Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 22 Juni 2022 lalu. Satgas BLBI, lanjutnya, menduga aset tersebut terkait dengan kepemilikan Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono – dua di antara pemilik PT Bank Asia Pasific (Aspac).

"Padahal aset itu, baik Lapangan Gollf Bogor Raya serta Hotel Novotel dan Ibis Style tidak ada sangkut pautnya dengan Bank Aspac maupun dengan Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono. Konon aset tersebut telah lama berpindah tangan menjadi milik pengusaha asal Malaysia. Ini kan lucu dan berpotensi melanggar hukum," ungkap dia. 

Lutfil pun berharap agar Satgas BLBI dapat memberikan kepastian kepada obligor terkait jumlah utang mereka yang harus segera dibayar. Menurut dia, Satgas BLBI dan obligor harus duduk bersama untuk melakukan diskusi dan kesepakatan mengenai berapa jumlah utan yang harus dibayar, termasuk bagaimana mekanismenya.

"Satgas BLBI harus berdialog dengan obligor. Harus disepakati berapa yang harus dibayar termasuk mekanisme pembayarannya. Jangan asal main sita aset tapi tidak bisa segera dicairkan atau dijual karena terbentur persoalan hukum," tegasnya.

Sebelumnya, Pakar Hukum Perbankan Universitas Airlangga Surabaya, Nurwahjuni juga mengingatkan Satgas BLBI untuk berhati-hati saat hendak mengeksekusi aset jaminan obligor terkait BLBI. Nurwahjuni mencontohkan salah satu tindakan gegabah Satgas BLBI saat melakukan eksekusi aset milik PT Bogor Raya Development (BRD) dan PT Bogor Raya Estate (BRE) di Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 22 Juni 2022.

Menurut dia, tindakan Satgas BLBI tersebut berpotensi melanggar Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)."Melihat cara kerja Satgas BLBI melakukan penyitaan, ada potensi perbuatan melawan hukum. Seharusnya Satgas BLBI terlebih dahulu mencari data legalitas aset tersebut, jangan asal main ambil saja. Itu kan sama saja dengan merampas milik orang lain," kata Nurwahjuni dalam keterangannya, Sabtu (2/7/2022).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement