Selasa 05 Jul 2022 14:00 WIB

Peternak: Ekspor Ayam RI ke Singapura Patahkan Isu Serbuan Impor Ayam Brasil

Ekspor ayam ini jangan diglorifikasi berlebihan agar tak membuka celah impor baru.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Fuji Pratiwi
Infografis Ekspor Ayam. Peternak ayam ras menyambut positif atas terbukanya ekspor perdana ayam ke Singapura. Sebab, kemampuan ekspor menunjukkan suplai dalam negeri mencukupi sehingga tidak membutuhkan suplai impor.
Foto: Republika
Infografis Ekspor Ayam. Peternak ayam ras menyambut positif atas terbukanya ekspor perdana ayam ke Singapura. Sebab, kemampuan ekspor menunjukkan suplai dalam negeri mencukupi sehingga tidak membutuhkan suplai impor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peternak ayam ras menyambut positif atas terbukanya ekspor perdana ayam ke Singapura. Sebab, kemampuan ekspor menunjukkan suplai dalam negeri mencukupi sehingga tidak membutuhkan suplai impor.

Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) wilayah Jawa Tengah, Pardjuni, menyampaikan, beberapa waktu terakhir industri perunggasan nasional, termasuk para peternak mandiri dihantui dengan ancaman serbuan impor ayam Brasil.

Baca Juga

Isu itu muncul setelah kekalahan Indonesia atas sengketa dengan Brasil di Badan Perdagangan Dunia (WTO) soal perdagangan ayam pada 2021 lalu.

"Dengan kita bisa ekspor, isu tetang impor itu bisa dilawan. Buat apa kita impor kalau sudah bisa ekspor. Buat apa kita harus selalu ditakut-takuti ayam dari Brasil akan masuk," kata Pardjuni kepada Republika.co.id, Selasa (5/7/2022).

Hanya saja, ia mewanti agar isu ekspor ini tidak mendapat glorifikasi yang berlebihan. Ia khawatir, keberhasilan industri unggas yang mengekspor akan menjadi celah bagi perusahaan untuk mengimpor grand parent stock (GPS) atau buyut bibit ayam secara berlebihan.

Sebab, kata Pardjuni, salah satu penilaian pemerintah dalam memberikan izin impor GPS jika bisa membuat kemitraan dengan peternak dan ekspor.

Impor GPS yang tak terkendali akan membuat produksi ayam nasional berlebihan dan menjatuhkan harga jual dan merugikan peternak mandiri.

"Harga livebird (ayam hidup) kita kan mahal, bahan baku pakan, indukan juga impor, apakah ekspor ini bisa profit atau hanya pencitraan?" katanya.

Pardjuni menambahkan, situasi harga saat ini dalam kondisi stabil karena suplai dan permintaan ayam dalam negeri mulai seimbang. Sebab, industri produsen bibit ayam telah melakukan penyesuaian produksi sesuai dengan permintaan dalam negeri.

Suplai yang seimbang dengan permintaan diharapkan akan menjaga agar harga ayam ras tak jatuh seperti tahun-tahun sebelumnya.

Memasuki Juli, ia mencatat, rata-rata harga bibit ayam atau day old chick di kisaran Rp 5.500 per kg - Rp 6.000 per kg. Pardjuni menilai, harga itu masih cukup dapat diterima oleh peternak dengan tingkat harga jual ayam hidup Rp 21 ribu per kg - Rp 22 ribu per kg.

Ia meyakini, harga bibit akan mengalami penurunan. Seiring dengan menurunnya harga jagung pakan yang kini sudah sekitar Rp 4.200 per kg-Rp 4.300 per kg dari sebelumnya Rp 6.000 per kg.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement