Rabu 06 Jul 2022 03:03 WIB

KPK Telusuri Aset Milik Mantan Sekretaris MA Nurhadi

Nurhadi dan menantunya menjalani pidana penjara selama 6 tahun.

Wakil Bupati Blitar Rahmat Santoso menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (4/7/2022). Rahmat Santoso diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA), yang sebelumnya telah menjerat kakak iparnya yang merupakan mantan Sekretaris MA Nurhadi sebagai terpidana.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Wakil Bupati Blitar Rahmat Santoso menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (4/7/2022). Rahmat Santoso diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA), yang sebelumnya telah menjerat kakak iparnya yang merupakan mantan Sekretaris MA Nurhadi sebagai terpidana.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami pengetahuan empat saksi soal penelusuran aset-aset milik mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (NHD). Empat saksi, yakni Wakil Bupati Blitar Rahmat Santoso yang juga adik ipar Nurhadi, Tonny Wahyudi alias Yudi Gendut selaku karyawan swasta/Komisaris PT Mulia Artha Sejati serta dua pihak swasta masing-masing Titin Mawarti dan Andrysan Sundoro Hosea.

"Para saksi didalami pengetahuannya soal penelusuran aset-aset bernilai ekonomis milik tersangka NHD," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri, Selasa (5/7/2022).

KPK memeriksa keempatnya, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (4/7), dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Sementara itu, satu saksi tidak menghadiri panggilan tim penyidik, yaitu Hardja Karsana Kosasih selaku advokat. "Akan segera dijadwal ulang," ujar Ali.

Usai diperiksa, Rahmat Santoso mengaku tidak mengetahui soal aset yang dimiliki Nurhadi. "Tidak ada, tidak mengetahui sama sekali," kata Rahmat Santoso.

Kasus dugaan TPPU itu merupakan pengembangan dari kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada 2011-2016 yang menjerat Nurhadi bersama Rezky Herbiyono dari pihak swasta atau menantu Nurhadi dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.

Pada Kamis (6/1), KPK telah mengeksekusi Nurhadi dan menantunya ke Lapas Sukamiskin, Bandung. Eksekusi itu berdasarkan putusan MA RI Nomor: 4147 K/Pid.Sus/2021 tanggal 24 Desember 2021 jo putusan Pengadilan Tipikor pada PT DKI Jakarta Nomor: 12/PID.SUS-TPK/2021/PT DKI tanggal 28 Juni 2021 jo Putusan Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat Nomor: 45/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst tanggal 10 Maret 2021.

Nurhadi dan menantunya menjalani pidana penjara selama 6 tahun. Keduanya juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

Nurhadi dan Rezky Herbiyono berdasarkan putusan kasasi MA pada 24 Desember 2021 dinyatakan terbukti menerima suap sejumlah Rp 35,726 miliar serta gratifikasi dari sejumlah pihak sebesar Rp 13,787 miliar.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement