Selasa 05 Jul 2022 21:41 WIB

Bebas PMK 36 Tahun Jadi Alasan Indonesia tak Siap Hadapi Wabah

PMK di Indonesia pertama kali mewabah pada 1887 lewat impor sapi perah.

Red: Indira Rezkisari
Anak-anak melihat sapi kurban yang telah dihias di UD GG Barokah, Sungai Bambu, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (5/7/2022). Salon sapi kurban yang berada di kolong Tol Wiyoto Wiyono itu melayani pembersihan dan menghias hewan kurban sebelum dikirim ke pembeli sebagai bentuk inovasi untuk menarik minat pembeli di tengah wabah penyakit mulut dan kuku (PMK). Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Anak-anak melihat sapi kurban yang telah dihias di UD GG Barokah, Sungai Bambu, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (5/7/2022). Salon sapi kurban yang berada di kolong Tol Wiyoto Wiyono itu melayani pembersihan dan menghias hewan kurban sebelum dikirim ke pembeli sebagai bentuk inovasi untuk menarik minat pembeli di tengah wabah penyakit mulut dan kuku (PMK). Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro

Direktur Perbibitan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian, Agung Suganda, mengungkapkan wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang ada saat ini tidak ada bedanya dengan wabah PMK yang juga pernah terjadi di Indonesia sebelum tahun 1986 silam. Hanya saja ketidaksiapan Indonesia saat ini disebabkan lantaran tidak adanya fasilitas yang memadai setelah 36 tahun Indonesia bebas PMK.

Baca Juga

 

"Jadi sebetulnya ini adalah penyakit yang tidak mengalami mutasi yang luar biasa seperti covid. Tetapi masalahnya karena Indonesia tidak pernah punya kasus sudah 36 tahun yang lalu maka kita juga fasilitas kita saat ini itu sudah tidak lagi siap dengan membuat vaksin yang baru," kata Agung dalam diskusi bertajuk 'Ancaman PMK Jelang Idul Adha: Apakah Pemerintah Siap?' di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (5/7/2022).

 

Pemerintah menjelaskan PMK masuk pertama kali melalui importasi sapi perah dari Belanda pada tahun 1887. Wabah PMK terakhir ada di Pulau Jawa pada tahun 1983. Pemberantasannya dengan vaksinasi massal. Pada tahun 1986 Indonesia dinyatakan bebas PMK dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Pertanian No.260/Kpts/TN.510/5/1986. Lalu pada tahun 1990 pengakuan status bebas PMK di Indonesia oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) sebagaimana tercantum dalam resolusi OIE nomor XI tahun 1990.

 

"Jadi setelah diakui dunia tahun 90 kita bebas PMK, di Asia Tenggara hanya terbatas yang bebas PMK, yaitu Indonesia, Brunei, kita masih bebas PMK termasuk Malaysia yang di Pulau Kalimantan. Sementara negara lain Thailand, Malaysia yang di semenanjung, kemudian Filipina, China dan sebagainya itu belum bebas bebas PMK," ujarnya.

 

"Betul memang vaksinnya tidak seperti dulu karena sudah 36 tahun yang lalu, pegawainya sudah banyak pensiun, fasilitasnya juga sudah tidak ada lagi sehingga untuk membuat sesuatu yang baru ini butuh persiapan," imbuhnya.

 

Agung mengatakan, sebanyak 200 ribu dosis vaksin hewan ternak selesai akhir Agustus ini. Namun untuk penanganan secara dini pemerintah tetap mengimpor dari berbagai negara.

 

"Dan ini terus kita lakukan dan berjalan baik yang dilakukan pemerintah maupun yang mandiri oleh para asosiasi yang menggunakan dosis ini untuk kebutuhan di anggota-anggota peternakan, ini lah tantangan kita karena kita sudah lama tidak siap dengan fasilitas yang ada saat ini," tuturnya.

 

Untuk menghadapi PMK, Kementerian Pertanian menargetkan akan menyelesaikan vaksin dalam negeri PMK pada hewan ternak yang akan rampung pada Agustus 2022 mendatang. Anggota Komisi IV DPR Fraksi PPP Asep Ahmad Maoshul Affandy namun tak yakin vaksin PMK dalam negeri akan bisa selesai bulan depan.

"Tadi disebutkan per tanggal berapa, vaksin dalam negeri itu, Agustus ya? Menurut saya itu impossible," kata Asep.

Menurut Asep sah-sah saja jika pemerintah mengupayakan produksi vaksin dalam negeri. Namun di tengah angka penularan PMK yang tinggi saat ini, pemerintah tidak bisa menunggu vaksin PMK dalam negeri selesai.

"Penanganan PMK jangan digantungkan produksi dalam negeri seperti yang disampaikan bulan Agustus," ujarnya.

Selain vaksinasi, Asep juga meminta pemerintah agar meningkatkan pengendalian serta penguatan bio security jalur lintas ternak perdagangan hewan ternak antardaerah di seluruh indonesia dari dan ke luar negeri. Ia juga mengimbau agar pemerintah mengevaluasi importasi daging sapi atau kerbau dari negara yang belum bebas dari penyakit PMK.

"Jadi ketika negara itu dinyatakan bebas dari PMK jangan hanya katanya, cek benar apa nggak," ucapnya.

Kemudian Asep juga meminta pemerintah untuk menyusun dengan cermat program-program dengan output yang terukur kebutuhan dan tidak tumpang tindih. Ke depan ia berharap Indonesia bisa jadi produsen vaksin PMK.

Sebelummya Direktur Perbibitan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian, Agung Suganda, mengungkapkan sebanyak 200 ribu vaksin PMK dalam negeri selesai akhir Agustus ini. Namun untuk penanganan secara dini pemerintah tetap mengimpor dari berbagai negara.

"Dan ini terus kita lakukan dan berjalan baik yang dilakukan pemerintah maupun yang mandiri oleh para asosiasi yang menggunakan dosis ini untuk kebutuhan di anggota-anggota peternakan, inilah tantangan kita karena kita sudah lama tidak siap dengan fasilitas yang ada saat ini," kata Agung.

Sementara itu pemerintah kembali mendistribusikan logistik kesehatan berupa vitamin, antibiotik, antipiretik, disinfektan, dan APD ke-19 provinsi terdampak PMK. Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Nasrulah pada Senin (4/7/2022).

Nasrullah menyebut, Kementerian Pertanian telah menyiapkan obat-obatan sebanyak 203.000 dosis dan disinfektan sebanyak 2.640.000 liter. Semuanya telah terdistribusi ke-19 provinsi tertular. Selain itu, untuk logistik vaksinasi dan pengobatan telah didistribusikan Spuit 800.000 pcs dan handsprayer 2.000 unit.

“Pengiriman obat-obatan dan logistik kembali dilakukan mulai tanggal 2 Juli 2022 ke-19 provinsi wilayah terdampak,“ ungkap Dirjen PKH, Nasrullah.

“Kita bekerja sama dengan BNPB untuk mendistribusikan logistik obat-obatan dan APD sehingga lebih cepat pendistribusiannya dan bantuan serupa akan terus dilakukan untuk membantu peternak yang terdampak,” imbuhnya.

Nasrullah menjelaskan, pemberian bantuan obat-obatan tersebut sebagai upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka mengurangi dampak dari ternak-ternak yang sakit karena PMK. “Obat-obatan tersebut kita harapkan dapat digunakan untuk mengurang/menghilangkan gejala klinis. Kita harapkan dengan diberikan obat, penyuntikan vitamin, pemberian antibiotik, dan penguatan imun ternak-ternak yang terinfeksi akan bisa sembuh. Jika kita lihat kondisi terakhir pada hewan ternak yang telah diberikan obat dan vitamin juga sudah mulai membaik,” ungkapnya.

photo
Ada Fatwa MUI Nomor 32/2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban saat Wabah PMK. - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement