REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menerima 17 juta dolar AS (sekitar Rp 255,9 miliar) dari Jepang untuk mengatasi masalah penyimpanan gandum di Ukraina dan meningkatkan ekspor ketika harga pangan global mendekati rekor tertinggi di tengah perang di negara itu. Menurut FAO, dana tersebut akan membantu Ukraina, eksportir gandum terbesar keempat di dunia, untuk menyimpan produk dari panen Juli-Agustus saat ini dalam kantong plastik dan wadah penyimpanan modular.
Pelabuhan Ukraina di Laut Hitam telah berhenti beroperasi sejak invasi Rusia pada 24 Februari 2022, yang sekaligus menghentikan ekspor maritimnya dan membiarkan silo mereka penuh dengan gandum. Akibat insiden tersebut, harga pangan melonjak dan memicu krisis pangan global serta protes di negara-negara berkembang.
"Petani Ukraina memberi makan diri mereka sendiri dan jutaan orang di seluruh dunia," kata Direktur Kantor Darurat dan Ketahanan FAO Rein Paulsen.
"Memastikan mereka dapat melanjutkan produksi, menyimpan dengan aman, dan mengakses pasar alternatif sangat penting untuk memperkuat ketahanan pangan di Ukraina dan memastikan negara-negara lain yang bergantung pada impor memiliki pasokan gandum yang cukup dengan biaya yang dapat dikelola," ujar dia.
FAO mengatakan Ukraina masih memiliki 18 juta ton panen gandum dan minyak sayur tahun lalu yang tertahan di gudang. Negara itu memperkirakan akan memanen 60 juta ton lagi pada musim ini. Namun, sekitar 30 persen lumbung penuh dengan panen musim lalu.
Ukraina, yang mengirimkan 44,7 juta ton gandum pada 2020-2021, mencoba mengekspor hasil panen melalui jalan darat, sungai, dan kereta api. Akan tetapi kesulitan logistik membatasi volume hingga maksimum sekitar 2 juta ton per bulan. FAO mengatakan akan menggunakan dana barunya untuk membantu Ukraina mengoperasionalkan rute alternatif untuk mengekspor gandum.