REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hukum qurban asalnya adalah sunnah muakkadah, tapi bisa berubah menjadi wajib. Lantas siapa sajakah orang yang diwajibkan untuk berqurban?
Imam Syafii dalam Fikih Manhaji menjelaskan, hukum sunnah muakkad bisa berubah dalam qurban apabila terdapat dua hal. Pertama, mengatakan kepada hewan miliknya yang dapat diqurbankan bahwa 'Ini qurbanku' atau 'Aku akan menyembelih kambing ini'.
Bagi orang yang berlaku demikian, berqurban hukumnya menjadi wajib. Adapun yang kedua, mewajibkan berqurban terhadap diri sendiri untuk bertaqarrub kepada Allah SWT. Misalnya dengan berujar 'Aku akan berqurban untuk Allah'. Maka pada saat itu, wajib baginya berqurban.
Seperti ibadah lain yang ia wajibkan pada dirinya sendiri. Sebab dengan berujar seperti itu, maka menjadi sebuah nazar. Adapun qurban disunahkan terhadap orang-orang yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Pertama, Islam. Orang non-Muslim tidak diminta untuk melaksanakannya.
Kedua, baligh dan berakal. Orang yang belum baligh dan tidak berakal tidak dibebani untuk beribadah.
Ketiga, mampu. Ini dapat diukur dengan mempunyai uang senilai di luar nafkah diri dan nafkah orang-orang di bawah tanggungannya selama hari raya dan hari tasyriq. Nafkah berupa makanan, pakaian, dan tempat tinggal.