REPUBLIKA.CO.ID., GAZA -- Warga Palestina pada Selasa (6/7/2022) mengutuk hasil penyelidikan Amerika Serikat (AS) atas pembunuhan jurnalis Aljazirah Shireen Abu Akleh.
Abu Akleh, 51, ditembak mati pada 11 Mei saat meliput serangan militer Israel di dekat kamp pengungsian di Jenin di Tepi Barat yang diduduki.
Sementara pejabat Palestina dan Aljazirah menuduh Israel membunuh reporter itu, namun Tel Aviv membantah bertanggung jawab atas tembakan tersebut.
Pada Sabtu lalu, Otoritas Palestina mengatakan telah menyerahkan peluru yang membunuh Abu Akleh kepada tim AS untuk melakukan pemeriksaan forensik.
AS pada Senin mengatakan bahwa tidak ada "kesimpulan pasti" tentang asal peluru. Namun, disimpulkan bahwa tembakan dari posisi pasukan Israel "kemungkinan bertanggung jawab" atas kematian reporter itu.
“Laporan ini merupakan upaya untuk membebaskan pendudukan (Israel) dari kejahatan atas pembunuhan Abu Akleh,” ujar Shaimaa Marzouq, anggota Forum Jurnalis Palestina, pada konferensi pers di Kota Gaza.
“Laporan ini sama sekali tidak profesional. Ini adalah laporan keamanan yang bersifat politik dan tidak dapat diterima serta membuktikan bias AS terhadap pendudukan Israel,” ungkap dia.
Aktivis hak asasi manusia Salah Abdel-Ati mengatakan laporan AS adalah “upaya untuk menutupi kejahatan pembunuhan Abu Akleh.”
Pada tanggal 26 Mei, Jaksa Agung Palestina Akram al-Khatib mengumumkan bahwa pemeriksaan tubuh Abu Akleh mengkonfirmasi bahwa dia dibunuh oleh proyektil penusuk lapis baja yang ditembakkan langsung ke kepalanya oleh penembak jitu Israel.
Beberapa agen media terkemuka, termasuk Aljazirah, CNN, Associated Press, Washington Post, dan New York Times, melakukan penyelidikan mereka sendiri, yang semuanya berakhir bahwa Abu Akleh terbunuh oleh peluru Israel.