Rabu 06 Jul 2022 15:49 WIB

Presiden Palestina Bertemu Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh

Abbas dan Haniyeh terakhir kali bertemu tatap muka pada 2016 di Doha, Qatar.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh bertemu di depan publik untuk pertama kalinya dalam lebih dari lima tahun pada Selasa (5/7/2022) malam.
Foto: AP/Nasser Nasser
Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh bertemu di depan publik untuk pertama kalinya dalam lebih dari lima tahun pada Selasa (5/7/2022) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, ALJIR -- Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh bertemu di depan publik untuk pertama kalinya dalam lebih dari lima tahun pada Selasa (5/7/2022) malam. Abbas dan Haniyeh bertemu saat sama-sama menghadiri acara peringatan 60 tahun kemerdekaan Aljazair dari Prancis.

Dilaporkan laman Al Arabiya, lembaga penyiaran Aljazair mengungkapkan, Abbas dan Haniyeh dipertemukan oleh Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune. Perwakilan Otoritas Palestina dan Hamas turut menghadiri pertemuan tersebut. Momen itu dianggap “bersejarah”.

Baca Juga

Di sela-sela momen itu, Tebboune dan Abbas sempat menandatangani sebuah dokumen untuk menamai sebuah jalan “Aljazair” di kota Ramallah, Tepi Barat. Dalam acara peringatan hari kemerdekaan yang ke-60, Tebboune turut mengundang sejumlah pejabat asing lainnya. Mereka menyaksikan para militer besar-besaran.

Abbas dan Haniyeh terakhir kali bertemu tatap muka pada 2016 di Doha, Qatar. Partai Fatah yang kini menjalankan pemerintahan di Tepi Barat memiliki hubungan kurang harmonis dengan Hamas selaku pengontrol Jalur Gaza. Hal itu sudah berlangsung sejak 2007.  Perselisihan dipicu oleh kemenangan Hamas dalam sebuah pemilihan umum tahun 2006. Hamas memenangkan pemilihan tersebut, namun Fatah dan masyarakat internasional menolaknya. Pada Juni 2007, Hamas mulai mengendalikan dan mengontrol pemerintahan di Gaza. 

Beberapa upaya rekonsiliasi antara kedua faksi itu sempat dilakukan. Namun upaya tersebut gagal karena Hamas selalu mengajukan syarat-syarat tertentu kepada Otoritas Palestina bila hendak berdamai. Pada Oktober 2017, Hamas dan Fatah menandatangani sebuah kesepakatan rekonsiliasi di Kairo, Mesir. Penandatanganan kesepakatan itu menjadi simbol keinginan kedua faksi untuk berdamai setelah 10 tahun berselisih.

Setelah sepuluh tahun berlalu, Hamas akhirnya menyatakan kesiapannya untuk memulihkan hubungan dengan Fatah tanpa prasyarat apapun. Mereka bahkan membubarkan komite administratif yang sebelumnya bertugas untuk mengelola pemerintahan di Jalur Gaza. Hal itu dilakukan agar Otoritas Palestina dapat mengambil alih tugas pemerintahan di daerah yang diblokade tersebut.

Namun rekonsiliasi tetap masih mengalami kebuntuan. Hingga saat ini Hamas masih mengontrol Jalur Gaza, sedangkan Fatah menjalankan pemerintahan di Tepi Barat. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement