Unisa Kuatkan Komitmen Penuhi Hak Kesehatan Inklusif Penyandang Disabilitas
Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Rektor Unisa Yogyakarta, Warsiti, membuka kegiatan pelatihan terkait hak-hak penyandang disabilitas di kampus Unisa Yogyakarta, Sleman, DIY. | Foto: Dokumen
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas 'Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta melaksanakan kegiatan pelatihan terkait hak-hak penyandang disabilitas atas layanan kesehatan sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hak Penyandang Disabilitas (UNCRPD) dan Undang-Undang Nomor 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas, serta prinsip-prinsip praktik layanan kesehatan yang aksesibel dan inklusif.
Pelatihan ini digelar selama lima pekan yakni dari Juni-Juli 2022 yang berkolaborasi dengan dengan La Trobe University dan Australia-Indonesia Disability Research dan Advocacy Network (AIDRAN). Kegiatan ini sebagai upaya dalam menguatkan komitmen untuk memenuhi hak kesehatan inklusif bagi penyandang disabilitas.
Pelatihan ini mengangkat tema Fostering Inclusive Approaches to Health Equity in Indonesia. Rektor Unisa Yogyakarta, Warsiti mengatakan, tema ini sangat relevan dengan visi Unisa Yogyakarta sebagai kampus yang berwawasan kesehatan.
Unisa Yogyakarta, katanya, berkomitmen mengembangkan kampus sehat atau health promoting university (HPU). Salah satu implementasi HPU, katanya, yakni pembentukan lingkungan hidup sehat, aman, dan ramah disabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip kesehatan yang inklusif.
"Terlaksananya kegiatan ini nantinya tercipta agent of change yang akan membawa pada peningkatan kesadaran dan kepekaan atas hak penyandang disabilitas, serta layanan yang inklusif dan aksesibel," kata Warsiti saat membuka program pelatihan tersebut, Selasa (5/7/2022).
Kepala Biro Kerja Sama Urusan Internasional Unisa Yogyakarta, Cesa Septiana Pratiwi mengatakan, ada beberapa hal yang menjadi fokus pelatihan. Mulai dari pengenalan dan penguatan atas pemahaman prinsip-prinsip hak penyandang disabilitas dalam UNCRPD, kerangka hukum penghormatan hak penyandang disabilitas yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia, pengalaman hidup penyandang disabilitas selama Covid-19.
Selain itu, juga diberikan pelatihan terkait prinsip-prinsip layanan kesehatan yang inklusif, pemenuhan hak kesehatan bagi penyandang disabilitas mental dan intelektual, pengembangan kurikulum kesehatan yang inklusif, peran lembaga pendidikan dan organisasi kemasyarakatan dalam promosi pemenuhan hak disabilitas, perlindungan terhadap perempuan dan perempuan disabilitas dalam mengakses layanan kesehatan, dan kampanye pemenuhan hak disabilitas.
Setidaknya, ada 113 peserta yang terpilih untuk mengikuti program pelatihan ini. Seluruh peserta tersebut akan mengikuti serangkaian pemaparan dari peneliti Australia dan Indonesia selama lima pekan kedepan.
"Peserta akan mendengarkan langsung pengalaman hidup penyandang disabilitas dalam mendapatkan akses layanan kesehatan dan pengalaman tenaga kesehatan dalam berinteraksi dan memberi layanan kepada penyandang disabilitas. Hampir 25 persen dari total peserta adalah penyandang disabilitas," kata Cesa.
Selain pemaparan dari peneliti, sejumlah aktivitas akan dilakukan oleh peserta secara bersama-sama dengan pembuat kebijakan dan penyandang disabilitas. Melalui kegiatan ini diharapkan membangun solidaritas dan komitmen dalam mewujudkan hak penyandang disabilitas.
Diskusi kelompok besar dan kecil juga dilakukan dan didampingi oleh fasilitator dari AIDRAN, La Trobe University dan Unisa Yogyakarta. "Seluruh rangkaian kegiatan akan dilakukan dengan pendampingan juru bahasa isyarat dan juga penerjemah Bahasa Indonesia dan Inggris," ujarnya.