REPUBLIKA.CO.ID, CHICAGO -- Pelaku penembakan massal di Chicago Highland Park, Illinois, Amerika Serikat (AS), Robert "Bobby" E Crimo III, menghadapi tujuh tuntutan pembunuhan tingkat pertama. Insiden yang berlangsung dalam acara parade Hari Kemerdekaan AS pada Senin (4/7/2022) lalu itu menewaskan tujuh orang dan melukai puluhan lainnya.
Juru bicara Satgas Kejahatan Besar Lake County, Chris Covelli, mengungkapkan, tim penyidik yakin Bobby telah merencanakan aksi penembakan brutal itu sejak beberapa pekan sebelumnya. Kendati demikian, menurut Covelli, pihaknya belum menetapkan motif di balik penembakan tersebut.
Dia menjelaskan, belum ada informasi yang menunjukkan bahwa Bobby melakukan aksinya karena didorong kebencian rasial atau agama. Sejauh ini, kepolisian pun belum menemukan adanya individu lain yang membantu Bobby. "Tidak ada indikasi orang lain terlibat," ujar Covelli dalam konferensi pers, Selasa (5/7/2022), dikutip laman CNN.
Bobby dijadwalkan hadir di pengadilan pada Rabu (6/7/2022). Pengacara Negara Bagian Illinois untuk Lake County, Eric Reinhart, akan meminta hakim menahannya tanpa jaminan. Reinhart mengungkapkan, puluhan dakwaan lain akan dilimpahkan kepada Bobby. Pria berusia 21 tahun itu berpotensi menghadapi hukuman penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat.
Sementara itu, orang tua Bobby, diwakili oleh pengacara mereka, yakni Steve Greenberg, menyampaikan belasungkawa kepada para korban penembakan anaknya. "Kita semua adalah ibu dan ayah, saudara perempuan dan laki-laki, dan ini adalah tragedi yang mengerikan bagi banyak keluarga, para korban, para pengunjung pawai, masyarakat, serta kami sendiri. Hati, pikiran, dan doa kami ditujukan kepada semua orang," kata mereka dalam pernyataan yang dirilis Greenberg.
Menurut Chris Covelli, saat melakukan aksinya, Bobby menggunakan senapan bertenaga tinggi mirip dengan tipe AR-15. Bobby melepaskan setidaknya 70 tembakan dari atas atap salah satu toko yang berada di lintasan parade Hari Kemerdekaan AS.
Dalam keterangan persnya, Kepolisian Negara Bagian Illinois mengungkapkan, pada Desember 2019, Bobby pernah mengajukan permohonan kartu kepemilikan senjata atau firearm owner's identification (FOID). Ayahnya mensponsori atau mendukung proses tersebut.
"Subjek berusia di bawah 21 (dia berusia 19) dan aplikasi disponsori oleh ayah subjek. Oleh karena itu, pada saat peninjauan aplikasi FOID pada Januari 2020, tidak ada dasar yang cukup untuk menetapkan bahaya yang jelas dan nyata serta menyangkal permohonan FOID," kata Kepolisian Negara Bagian Illinois.
Pada September 2019, polisi pernah menyambangi kediaman Bobby. Kala itu, polisi menerima laporan keluarga bahwa Bobby mengancam akan membunuh semua orang. "Ancaman itu ditujukan kepada keluarga di dalam rumah," ungkap Chris Covelli.
Setelah kejadian itu, polisi menyita sejumlah barang, yakni berupa 16 pisau, sebilah belati, dan sebuah pedang. Namun polisi tak menangkap Bobby karena tidak ada pengaduan yang ditandatangani terhadapnya.