Kamis 07 Jul 2022 07:11 WIB

PBB: Pengungsi Suriah dan Ukraina Harus Diperlakukan Sama

Ada perlakuan berbeda antara pengungsi Suriah dan Ukraina di Eropa

Rep: Alkhaledi kurnialam/ Red: Esthi Maharani
Pengungsi dari Mykolayiv menerima bantuan makanan kemanusiaan saat mereka menunggu di stasiun kereta api di Odesa, Ukraina barat daya, 02 Juni 2022, sebelum melakukan perjalanan ke barat Ukraina atau negara lain. Pihak berwenang Mykolayiv meminta penduduk setempat untuk meninggalkan beberapa wilayah kota di tengah invasi Rusia.
Foto: EPA-EFE/STEPAN FRANKO
Pengungsi dari Mykolayiv menerima bantuan makanan kemanusiaan saat mereka menunggu di stasiun kereta api di Odesa, Ukraina barat daya, 02 Juni 2022, sebelum melakukan perjalanan ke barat Ukraina atau negara lain. Pihak berwenang Mykolayiv meminta penduduk setempat untuk meninggalkan beberapa wilayah kota di tengah invasi Rusia.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA—Ketua Komisi Suriah PBB Paulo Pinheiro menyesali standar ganda ketika menampung pengungsi di Eropa. Ia membandingkan perlakuan berbeda yang diterima warga Suriah dan warga Ukraina yang melarikan diri dari invasi Rusia.

"Ada keterbukaan dan kemurahan hati vis-a-vis Ukraina yang saya tidak mengkritik sama sekali. Mereka pantas mendapatkannya. Tapi saya sangat ingin bahwa perlakuan yang sama akan diterapkan pada pengungsi Suriah," kata Pinheiro dilansir dari Saudi Gazette, Selasa (5/7/2022).

Menurut PBB, lebih dari 300 ribu warga Suriah tewas dalam sepuluh tahun terakhir perang yang masih melanda negara itu.  Konflik yang dimulai pada tahun 2011 ini belum juga berakhir. Pinheiro mengaku miris atas data korban jiwa yang tidak termasuk kombatan dan mencerminkan gawatnya situasi.

"Sesuatu yang diungkapkan laporan itu dengan sangat jelas adalah tidak adanya perlindungan terhadap warga sipil. Tidak ada faksi, tidak ada pihak dalam konflik di Suriah yang peduli dengan perlindungan nyawa warga sipil. Itulah kenyataannya," kata Pinheiro.

Dihadapkan dengan jutaan orang Ukraina menuju negara-negara anggota UE, blok tersebut mengaktifkan aturan 2001 yang disebut Petunjuk Perlindungan Sementara pada awal Maret.  Undang-undang tersebut memberikan tempat tinggal, perawatan kesehatan, dan hak untuk bekerja atau belajar kepada pengungsi Ukraina dan keluarga mereka yang melarikan diri dari negara itu selama satu hingga tiga tahun.

Meskipun terkena dampak perang juga, warga Suriah tidak pernah mendapat manfaat dari undang-undang semacam itu. Bahkan di saat-saat tergelap krisis pengungsi pada tahun 2015.

Ditanya tentang kemungkinan membawa mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan perang yang dilakukan di Suriah ke pengadilan pidana internasional, Pinheiro mengakui bahwa pengadilan nasional akan memimpin.

"Untuk saat ini, saya tidak melihat kemungkinan ke Pengadilan Kriminal Internasional. Dalam situasi internasional saat ini, itu tidak mungkin karena kemungkinan besar veto untuk rujukan ini akan diulangi di Dewan Keamanan [PBB]," katanya.

Rusia dan China berada di belakang sejumlah veto DK PBB yang memblokir resolusi yang didukung Barat tentang perang di Suriah yang mereka klaim bias. Termasuk yang meminta penyelidikan dan pengadilan untuk kejahatan perang.

"Yang positif adalah begitu banyak negara Eropa yang menuntut dan dalam beberapa kasus mengutuk orang yang melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan atau kejahatan perang," ujarnya.

Januari lalu, pengadilan Jerman memutuskan seorang kolonel Suriah bersalah atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement