Kamis 07 Jul 2022 12:22 WIB

Ketidakpastian Ekonomi Global Berlanjut, Ini Imbasnya ke Indonesia

OJK meski terdampak ketidakpastian global, sektor keuangan Indonesia masih terkendali

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso. Ketidakpastian ekonomi global masih terus berlanjut. Saat ini, perekonomian dunia tengah menghadapi episode baru terkait dengan normalisasi kebijakan fiskal dan moneter di Amerika Serikat (AS).
Foto: ANTARA/Nova Wahyudi
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso. Ketidakpastian ekonomi global masih terus berlanjut. Saat ini, perekonomian dunia tengah menghadapi episode baru terkait dengan normalisasi kebijakan fiskal dan moneter di Amerika Serikat (AS).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketidakpastian ekonomi global masih terus berlanjut. Saat ini, perekonomian dunia tengah menghadapi episode baru terkait dengan normalisasi kebijakan fiskal dan moneter di Amerika Serikat (AS). 

Seperti diketahui, bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) menaikan suku bunga acuan sebesar 75 bps menjadi 1,5 hingga 1,75 persen. Selain itu, rantai pasok global terganggu akibat konflik Rusia dan Ukraina. Situasi diperparah dengan hiperinflasi di beberapa negara.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso, menyebut kondisi ini turut berimbas kepada perekonomian domestik yang juga masih diwarnai dengan meningkatnya kasus Covid-19 di beberapa daerah. 

Di dalam negeri, inflasi bulan Juni 2022 berada pada level 4,35 persen yoy yang tertinggi sejak bulan Juni 2017. PMI Manufaktur Indonesia per Juni 2022 juga turun ke level 50,2 dari Mei 2022 di level 50,8 meskipun dalam zona ekspansi.

Di tengah perekonomian domestik yang terimbas ketidakpastian global itu, menurut Wimboh, sektor keuangan masih terkendali. "Dari sektor keuangan sendiri, stabilitas sektor keuangan masih terjaga stabil dan berada dalam tren yang positif," jelas Wimboh Kamis (7/7).

Pada 21 April 2022, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menyentuh level tertinggi di level 7.276,19 dan kemudian terkoreksi per 6 Juli 2022 di level 6.646. Menurut Wimboh, hal ini disebabkan oleh ketidakpastian perekonomian global dan normalisasi kebijakan fiskal dan moneter di AS. 

Meski demikian, kredit perbankan masih tumbuh sebesar 9,03 persen yoy dan 4,23 persen ytd di bulan Mei 2022. Wimboh melihat, industri perbankan masih memiliki ruang yang luas untuk melakukan ekspansi dengan rasio kecukupan modal per Mei 2022 tercatat meningkat di level 24,74 persen.

"Profil risiko perbankan juga masih berada di bawah threshold yaitu 3,04 persen," tutur Wimboh.

Sektor Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) juga terus melanjutkan tren positifnya dimana sektor asuransi dan lembaga pembiayaan tumbuh di bulan Mei 2022. Premi asuransi umum tumbuh 15,12 persen yoy dan premi asuransi jiwa tumbuh -4,11 persen yoy. Nominal nominal piutang pembiayaan per Mei 2022 tercatat Rp 379 triliun dengan pertumbuhan 4,5 persen yoy.

Meskipun kondisi perekonomian dan sektor keuangan Indonesia berada dalam tren pertumbuhan, Wimboh melihat, potensi spillover kepada sektor keuangan masih harus terus diwaspadai. "Tidak boleh dianggap enteng karena ketidakpastian ekonomi global masih berlanjut terutama konflik Rusia dan Ukraina yang masih belum jelas kapan berakhirnya," kata Wimboh.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement