Kamis 07 Jul 2022 13:27 WIB

UNDP: Krisis Biaya Hidup Dorong Jutaan Orang Jadi Miskin

Krisis biaya hidup global dorong 71 juta orang ke kemiskinan ekstrem

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
kemiskinan di kota besar (ilustrasi)
Foto: google.com
kemiskinan di kota besar (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Laporan baru yang diterbitkan oleh Program Pembangunan PBB (UNDP) memperingatkan, krisis biaya hidup global mendorong tambahan 71 juta orang di negara-negara termiskin di dunia ke dalam kemiskinan ekstrem.

Administrator UNDP Achim Steiner mengatakan pada Kamis (7/7/2022), analisis terhadap 159 negara berkembang menunjukkan lonjakan harga komoditas utama tahun ini. Kondisi itu telah menghantam sebagian Afrika Sub-Sahara, Balkan, Asia, dan tempat lain.

"Krisis biaya hidup ini membawa jutaan orang ke dalam kemiskinan dan bahkan kelaparan dengan kecepatan yang menakjubkan. Dengan itu, ancaman kerusuhan sosial meningkat dari hari ke hari," kata Steiner.

UNDP menyerukan tindakan yang disesuaikan, seperti mencari pemberian uang tunai langsung kepada paling rentan. Lembaga PBB ini pun ingin negara-negara kaya untuk memperluas Inisiatif Penangguhan Layanan Utang (DSSI) yang didirikan untuk membantu negara-negara miskin selama pandemi Covid-19.

Institusi seperti PBB, Bank Dunia, dan Dana Moneter Internasional (IMF) memiliki sejumlah 'garis kemiskinan'. Istilah ini untuk negara-negara termiskin adalah orang-orang yang hidup dengan kurang lebih 1,90 dolar AS per hari. Sedangkan 3,20 dolar AS sehari untuk ekonomi berpenghasilan menengah ke bawah, dan 5,50 dolar AS per hari di negara berpenghasilan menengah ke atas.

"Kami memproyeksikan bahwa krisis biaya hidup saat ini mungkin telah mendorong lebih dari 51 juta orang ke dalam kemiskinan ekstrim dengan 1,90 dolar AS per hari, dan tambahan 20 juta pada 3,20 dolar AS per hari," kata laporan itu.

Laporan UNDP memperkirakan itu akan mendorong total secara global menjadi lebih dari 1,7 miliar orang. Transfer tunai yang ditargetkan oleh pemerintah akan lebih merata dan hemat biaya. Saluran dilakukan dengan cara itu untuk menyampingkan subsidi menyeluruh untuk hal-hal seperti energi dan harga pangan yang cenderung lebih diuntungkan oleh bagian masyarakat yang lebih kaya.

"Dalam jangka panjang mereka mendorong ketidaksetaraan, memperburuk krisis iklim, dan tidak melunakkan pukulan langsung," kata Kepala Keterlibatan Kebijakan Strategis UNDP George Gray Molina.

Dua tahun terakhir pandemi juga menunjukkan bahwa negara-negara yang kekurangan uang ini akan membutuhkan dukungan dari komunitas global untuk mendanai skema ini. Molina menyatakan, UNDP dapat melakukannya dengan memperpanjang Inisiatif Penangguhan Layanan Utang (DSSI) yang dipimpin G20 dua tahun lagi dan memperluasnya ke setidaknya 85 negara dari 73 yang saat ini memenuhi syarat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement