REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Irjen Pol. Nico Afinta mengungkapkan, pihaknya menangkap 320 simpatisan dari MSA (42 tahun), yang menjadi tersangka dugaan kekerasan seksual terhadap santriwatinya di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah Jombang. Ratusan simpatisan tersebut ditangkap lantaran menghalang-halangi upaya penegakan hukum yang dilakukan aparat kepolisian terhadap MSA.
Nico menjelaskan, dari 320 simpatisan yang ditangkap, hanya sekitar 70 orang yang merupakan warga asli Jombang. Sedangkan sisanya merupakan warga luar Jombang. Nico juga mengungkapkan, ada sekitar 40 anak-anak yang ditangkap lantaran ikut menghalang-halangi upaya penjemputan paksa MSA.
"Dari 320 orang ini 70-an dari Jombang, sedangkan yang lainnya berasal dari luar Jombang. Dan ada sekitar 40-an anak-anak. Saya juga menyayangkan kenapa anak-anak diikutsertakan," kata Nico, Jumat (8/7/2022) dini hari.
Nico menjelaskan, penyidik pada Polres Jombang masih melakukan pemeriksaan dan proses administrasi terhadap ratusan simpatisan MSA tersebut. Nico punenhingatkan, barang siapa yang menghalangi proses penegakan hukum, maka dapat diproses hukum.
"Seperti yang sekarang ini sudah dijelaskan kita masuk proses hukum dan dihalang-halangi kita ambil semuanya dan kita proses. Sedangkan nanti bagaimana kebijakan selanjutnya dari 320 orang ini tunggu proses pemeriksaan," kata Nico.
Seperti diketahui, upaya penjemputan paksa terhadap MSA dilakukan jajaran kepolisian sejak Kamis (7/7) pagi, sekitar pukul 08.00. Imi adalah upaya kedua setelah pada 5 Juli 2022, polisi gagal menangkap dan membawa MSA. Selain karena banyaknya simpatisan tersangka yang menghalangi, upaya penyisiran di sekitar pondok pesantren juga tak kunjung membuahkan hasil karena yang bersangkutan bersembunyi.
Setelah seharian penuh dilakukan penyisiran dan negosiasi dengan pihak keluarga, MSA akhirnya menyerahkan diri menjelang pergantian hari. Nico menegaskan upaya penjemputan paksa tersebut merupakan tugas yang wajib dijalankan jajarannya setelah berkas perkara kasus dugaan pelecehan seksual oleh MSA terhadap santriwatinya dinyatakan lengkap pada Januari 2022. Artinya, lanjut Nico, Polda Jatim memiliki kewajiban menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada kejaksaan.
"Beberapa kali prosesnya (penangkapan tersangka) dilakukan tetapi yang bersangkutan belum menyepakati. Dari Februari hingga April 2022 surat panggilan pertama dan kedua tidak hadir. Dua hari lalu tim turun melakukan penjemputan, namun yang bersangkutan tidak mau menyerahkan diri," ujarnya.
MSA sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus pelecehan seksual terhadap santriwatinya sejak 2019. Tersangka sempat mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Surabaya, tetapi permohonan tersebut ditolak majelis hakim pada Desember 2021.