Jumat 08 Jul 2022 13:30 WIB

Bawaslu Belum Juga Dapat Akses Sipol

Pasal 143 disebutkan, Bawaslu hanya mendapat akses pembacaan data.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Erik Purnama Putra
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) memberikan masukan terhadap Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR bersama KPU, DKPP, dan Kemendagri. Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mempertanyakan rincian aturan pemberian akses dalam membaca Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).

Dalam rancangan Pasal 143 disebutkan, Bawaslu hanya mendapat akses pembacaan data. Hal itu tanpa penjelasan yang rinci sejauh mana Bawaslu dapat mengakses informasi tersebut dan tingkatan pengawas pemilu mana saja yang diberikan akses terhadap Sipol.

"Sampai saat ini Bawaslu belum mendapatkan akses terhadap Sipol. Padahal tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Untuk menciptakan pemilu yang berintegritas, sebaiknya KPU segera memberikan akses Sipol kepada Bawaslu agar proses pengawasan dapat dilakukan sejak dini," ujar Bagja di Jakarta, Kamis (7/7/2022).

Baca: Agar Hemat, Warganet Usul ke KPU Pilpres 2024 Pakai Aplikasi MyKardus

Selain itu, dalam melakukan verifikasi administrasi terhadap keanggotaan partai politik (parpol) yang dinyatakan Belum Memenuhi Syarat (BMS) sebagaimana rancangan Pasal 34, KPU melakukan 'verifikasi faktual pendahuluan' terkait dengan keanggotaan BMS tersebut sebagaimana rancangan Pasal 36 dan 37.

Bagja menyarankan, dalam proses tersebut, sebaiknya KPU dapat melibatkan Bawaslu sesuai dengan tingkatannya karena hasil verifikasi administrasi persyaratan keanggotaan parpol tersebut berupa berita acara yang berpotensi sengketa.

Berkaca pada penggunaan Sipol dalam Pemilu 2019, Bawaslu memiliki beberapa catatan yang dalam rancangan PKPU sejauh ini tidak ada klausul penyempurnaan. "Hal ini berpotensi mengulang masalah penggunaan Sipol pada pemilu sebelumnya," kata Bagja.

Beberapa masalah yang berpotensi muncul yakni, penyalahgunaan data/identitas individu oleh peserta pemilu ke dalam Sipol dan mekanisme perbaikan data Sipol atas data/identitas individu. Selain itu, penyalahgunaan mekanisme verifikasi faktual kepengurusan dan anggota serta jaminan perlindungan hak individu yang data/identitasnya dimasukan ke Sipol.

Kemudian, lanjut Bagja, perbedaan data untuk daerah pemekaran antara data KPU dan Kemendagri sehingga syarat minimum kepengurusan tidak bisa terpenuhi dalam sistem. Lalu, penduduk di daerah tapal batas atau daerah pemekaran yang administrasi kependudukannya belum update dengan daerah sesuai domisili tetap penduduk tersebut serta tidak dapat mengidentifikasi data ganda antarpartai.

Ketua KPU Hasyim Asy'ari menjelaskan, rancangan PKPU untuk Pemilu 2024 tersebut tidak ada perubahan yang signifikan dibandingkan dengan aturan PKPU pada Pemilu 2019. Kecuali adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVIII/2020 yang mengatur tentang tiga kategori parpol yang diverifikasi.

"Hal-hal yang ada disini (PKPU) boleh dikatakan tidak ada perubahan yang signifikan kecuali tiga kategori parpol," kata Hasyim. Baca: Pj Gubernur Aceh Dilantik Selasa, Sosoknya Disebut Jenderal TNI Bintang Dua Aktif

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement