Jumat 08 Jul 2022 14:07 WIB

Organisasi Pariwisata Tolak Kenaikan Harga Tiket Masuk Pulau Komodo

Belasan organisasi pelaku wisata Labuan Bajo tolak kenaikan harga tiket Pulau Komodo

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Petugas taman nasional menggunakan masker saat bertugas di pintu masuk kawasan wisata Pulau Kelor di Taman Nasional (TN) Komodo, Manggarai Barat, NTT, Sabtu (18/7/2020). Belasan organisasi pelaku wisata Labuan Bajo tolak kenaikan harga tiket Pulau Komodo.
Foto: Antara/Kornelis Kaha
Petugas taman nasional menggunakan masker saat bertugas di pintu masuk kawasan wisata Pulau Kelor di Taman Nasional (TN) Komodo, Manggarai Barat, NTT, Sabtu (18/7/2020). Belasan organisasi pelaku wisata Labuan Bajo tolak kenaikan harga tiket Pulau Komodo.

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Sebanyak 13 organisasi pelaku wisata di Labuan Bajow, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sepakat menyampaikan pernyataan sikap menolak kenaikan harga tiket masuk ke Pulau Komodo. Wakil Ketua DPD Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) NTT Robert Waka mengatakan 13 organisasi pelaku wisata tersebut di antaranya Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA), Asosiasi Kapal Wisata (Askawi), serta Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).

"Selain itu juga ada Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI), Asosiasi Angkutan Wisata Darat (Awstar), Forum Masyarakat Penyelamat Pariwisata (Formapp), Astindo, Insan Pariwisata Indonesia (IPI), DiveOperatorsCommunity Komodo (DOCK), Jaringan Kapal Rekreasi (Jangkar), Barisan Pengusaha Labuan Bajo (BPLB), dan Asosiasi Kelompok Usaha Unitas (Akunitas)," katanya.

Baca Juga

Robert mengatakan pernyataan sikap dari sejumlah organisasi pelaku pariwisata itu sudah ia serahkan kepada Kepala Dinas Pariwisata NTT Sony Libing. Harapannya pemerintah NTT bisa mempertimbangkan kenaikan harga tiket masuk ke Taman Nasional (TN) Komodo menjadi Rp 3,75 juta per orang.

Menurut mereka, kenaikan harga tiket ke Pulau Komodo hanya akan bisa dijangkau oleh pasar menengah ke atas. Bahkan sampai saat ini belum ada survei terkait besaran jumlah segmen tersebut. Kenaikan harga tiket tersebut menurut mereka akan berdampak pada penurunan jumlah kunjungan wisatawan. Bahkan yang lebih buruk lagi adalah pembatalan pemesanan oleh calon klien agen perjalanan di daerah itu.

Dalam pernyataan sikap tersebut mereka menyebut tidak ada penilaian yang menunjukkan bahwa peningkatan jumlah kunjungan wisatawan berdampak pada penurunan jumlah populasi Komodo. Bahkan, lanjut Robert, per tanggal 2 Maret 2022 Balai Taman Nasional (BTN) Komodo telah merilis populasi Komodo selalu bertambah dari tahun 2018-2021.

"Di samping itu juga zona pemanfaatan wisata Pulau Komodo adalah sebesar 1,3 persen dari total luas wilayah Pulau Komodo 1.300 hektare," kata dia.

Berdasarkan data jumlah Komodo yang ada pada zona pemanfaatan wisata Pulau Komodo pada kisaran 60-70 ekor dari 1.700-an ekor populasi Komodo pada pulau tersebut, sementara mayoritas Komodo hidup di zona inti. Bahkan maksimal belasan ekor yang biasa dijumpai apabila wisatawan melakukan trekking di zona pemanfaatan wisata.

Robert menyebut penelitian terkait perilaku Komodo dilakukan pada tahun 2018. Dengan berdasarkan penelitian itu, aktivitas feeding pun dilarang. "Namun dari 2018-2022 tidak ada penelitian terbaru terkait perilaku Komodo. Artinya, hasil penelitian tahun 2018 tidak menjadi argumen valid sebagai dasar kebijakan menaikkan harga tiket," tambah dia.

Robert juga menjelaskan pemerintah memberlakukan kebijakan konservasi yang berbeda atas objek wisata yang sama. Komodo yang sama bisa dilihat wisatawan di Pulau Rinca, tetapi di Pulau Komodo hanya bisa dilihat sedikit orang karena tidak seramah di Rinca. Oleh karena itu, mereka mendesak pemerintah NTT dan Kabupaten Manggarai Barat untuk menolak penerapan kebijakan kenaikan tiket tersebut karena alasan konservasi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement