REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Polemik seputar rencana pelabelan Bisfenol A (BPA) hingga saat ini masih terjadi. Sejumlah lembaga pemerintah dan swasta pun angkat bicara terkait polemik tersebut.
Asisten Deputi Pangan Kemenko Bidang Perekonomian, Muhammad Saifulloh, meminta agar dalam menyusun kebijakan pelabelan BPA ini harus dilihat juga keseimbangan usaha di Indonesia. “Apalagi, saat ini kan masih dalam masa pemulihan ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19,” kata dia dalam keterangannya, Jumat (8/7/2022).
Karenanya, dia menyampaikan agar kebijakan itu dibuat secara ideal dan riil. Menurutnya, belum ada bukti sama sekali bahwa konsumen yang minum air dari kemasan berbahan BPA ini yang meninggal. “Apalagi air galon ini kan sudah dikonsumsi masyarakat sejak puluhan tahun lamanya,” ujarnya.
Asdep Penguatan Pasar Dalam Negeri Kemenko Bidang Perekonomian, Evita Mantovani, masih terdapat perbedaan pandangan dari berbagai pemangku kepentingan terkait urgensi penerbitan pelabelan BPA pada air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang berbahan polikarbonat (PC) ini. Karenanya, dia meminta agar wacana ini perlu dikaji ulang dan dibahas lebih mendalam dengan semua pihak.
Menurut Evita, Kemenko Perekonomian pernah membuat Focus Group Discussion (FGD) terkait perlu tidaknya pelabelan BPA pada 27 Januari 2022 lalu dengan menghadirkan seluruh stakeholder. Ada tiga solusi alternatif yang diputuskan dalam FDG itu. Pertama, agar disusun sebuah pedoman teknis penggunaan kemasan mengandung BPA yang benar dan meningkatkan edukasinya ke masyarakat.
Solusi kedua adalah parameter BPA itu dimasukkan saja dalam syarat mutu SNI AMDK yang berlaku wajib. Kemudian yang ketiga, semua AMDK yang berbahan polycarbonat maupun non polikarbonat yang memenuhi ketentuan migrasi BPA dan limit of detection dapat memasang label yang AMDK tersebut aman dikonsumsi.
Senada dengan Kemenko Bidang Perekonomian, Kemenperin juga tidak setuju dengan wacana pelabelan BPA ini. Kemenperin mempertanyakan adanya wacana tentang rencana BPOM yang akan mengeluarkan kebijakan soal pelabelan BPA ini.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Edy Sutopo, mengatakan perlu mempertimbangkan beberapa hal sebelum membuat wacana pelabelan itu.
Misalnya, kata Edy, harus melihat negara mana yang sudah meregulasi terkait BPA ini, adakah kasus yang menonjol yang terjadi di Indonesia ataupun di dunia terkait dengan kemasan yang mengandung BPA ini, serta adakah bukti empiris yang didukung scientific evidence, dan apakah sudah begitu urgen kebijakan ini dilakukan.
“Itu pertimbangan yang perlu dilakukan sebelum mewacanakan kebijakan terkait kemasan pangan yang mengandung BPA itu. Dalam situasi pandemi, dimana ekonomi sedang terjadi kontraksi secara mendalam, patutkah kita menambah masalah baru yang tidak benar-benar urgen?” tutur dia.
Dia juga menyoroti dampak yang akan ditimbulkan kebijakan itu nantinya terhadap investasi kemasan galon guna ulang yang existing yang jumlahnya tidak sedikit dan terhadap psikologis konsumen.
“Bagaimana dampaknya terhadap investasi kemasan galon guna ulang yang existing yang jumlahnya tidak sedikit? Bagaimana dengan dampak psikologis masyarakat yang selama ini mengkonsumsi kemasan guna ulang?” ucapnya.
Seharusnya, kata Edy, BPOM perlu lebih berhati-hati dalam melakukan setiap kebijakan yang akan berdampak luas terhadap masyarakat. “Mestinya setiap kebijakan harus ada RIA (Risk Impact Analysis) yang mempertimbangkan berbagai dampak, antara lain teknis, kesehatan, keekonomian, sosial, dan lain-lain,” ujar dia.
Pandangan serupa juga dilontarkan Badan Standardisasi Nasional (BSN). Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan dan Halal BSN, Heru Suseno, mengatakan sampai sejauh ini belum ada permintaan dari pihak manapun untuk mengubah acuan terhadap standar keamanan kemasan galon berbahan polycarbonat hingga saat ini.
Dia mengatakan AMDK galon guna ulang adalah kemasan yang sudah bersertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) dari Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro). “Produk yang sudah ada SNI-nya itu lebih nyaman dan sudah aman untuk digunakan dan dikonsumsi,” ucapnya.