REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putra Sayyidina Husein bin Ali, yaitu Ali yang bergelar Zainal Abidin as-Sajjad, suatu ketika sedang asyik shalat sunah di Masjidil Haram. Dia adalah sosok kekasih Allah yang sepanjang usianya banyak menghabiskan waktu untuk bersujud, sehingga dia bergelar as-Sajjad atau ahli sujud.
Sedang asyik sholat, tiba-tiba ada orang datang mendekati lalu memakinya, menghinanya."Kelihatannya alim dan saleh, tapi ternyata mencuri uang saya," maki orang tersebut.
Ali kemudian mendekati orang tersebut dan menanyakan apa maksud ucapannya. Lalu, orang itu menjelaskan telah kehilangan uang ribuan dirham yang, akunya, dia bawa ke Masjidil Haram.
Namun, ketika berada di sana, uang itu hilang, sedangkan di sana hanya ada dirinya dan Ali yang sedang shalat. Orang itu berprasangka buruk bahwa yang mengambil adalah Ali.
Tak banyak bicara, Ali mengajaknya jalan ke rumah. Lalu, dari rumahnya, Ali keluar membawa uang sebanyak ribuan dirham, sesuai jumlah uang hilang tadi. Ali menyerahkan uang tersebut kepada orang tadi.
Pergilah orang tersebut ke kediamannya. Sampai di sana, dia membuka lemari. Ternyata uang ribuan dirham itu masih ada di sana. Tidak hilang, bahkan kini bertambah dengan uang pemberian Ali tadi.
Merasa tak enak hati, orang tersebut kembali menemui Ali dan meminta maaf, berlutut, dan mengembalikan ribuan dirham uang ganti rugi tadi. Namun, Ali menolaknya dengan sopan. Cicit Rasulullah SAW itu sama sekali tak takut kehilangan harta ribuan dirham.
Di sini, dunia menguji Ali, apakah dia gila harta dengan menerima uang tadi atau tidak.Ternyata, Ali justru mempermainkan dunia, dia tolak uang yang sudah dia berikan tadi.
Di kalangan Alawiyyun atau keturunan Alawi bin Ahmad al-Muhajir (habaib), kisah ini menjadi rujukan, pantang bagi mereka mengambil lagi segala hal yang sudah mereka berikan kepada orang lain. Ini salah satu cara mereka mempermainkan dunia.