REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pendidikan dan Layanan Psikologi telah disetujui menjadi UU lewat Rapat Paripurna DPR. Ada beberapa isu krusial yang telah disepakati dalam RUU tersebut, salah satunya memberikan perlindungan hak dan kewajiban yang lebih kuat kepada masyarakat dalam mengakses layanan psikologi dan bagi psikolog dalam memberikan layanan psikologi.
"Atas nama pemerintah, saya menyetujui dan mendukung pengesahan RUU Pendidikan dan Layanan Psikologi," ujar Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, dalam siaran pers, Jumat (8/7/2022).
Isu-isu krusial yang telah disepakati dalam RUU itu terdiri atas empat hal. Selain yang sudah disebutkan di atas, terdapat perubahan RUU dari semula yang hanya akan mengatur praktik psikologi, menjadi RUU yang mencakup pendidikan dan layanan psikologi. Dengan begitu, UU itu menjadi payung hukum yang lebih komprehensif serta mampu menyelaraskan pendidikan dengan praktik profesional yang dijalani oleh psikolog.
Kemudian, RUU tersebut memberikan peran seimbang dan saling melengkapi antara perguruan tinggi penyelenggara pendidikan psikologi, organisasi profesi, serta pemerintah sebagai regulator dan fasilitator dalam perwujudan layanan psikologi yang berkualitas dan merata. Lalu, terdapat penyelerasan antara RUU Pendidikan dan Layanan Psikologi dengan UU Kesehatan yang telah terlebih dahulu mengatur praktik psikologi di layanan fasilitas kesehatan.
RUU tentang Pendidikan dan Layanan Psikologi disetujui menjadi UU melalui Rapat Paripurna DPR pada Kamis (7/7/2022). Kemendikbudristek memberikan dukungan kepada Panitia Kerja (Panja) Komisi X DPR serta melakukan koordinasi bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Sosial (Kemensos), dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) dalam penyusunan RUU yang awalnya diberikan judul RUU Praktik Psikologi itu.
"Puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena pada kesempatan yang baik ini kita bersama-sama bisa menyelesaikan pembahasan RUU tentang Pendidikan dan Layanan Psikologi," ujar Nadiem.
Sebagai tindak lanjut, kata dia, Kemendikbudristek akan melakukan koordinasi di dalam pemerintah untuk menyusun peraturan turunan dari UU tersebut. Menurut Nadiem, pemerintah akan mengajak para pemangku kepentingan, terutama organisasi-organisasi profesi dan perguruan tinggi penyelenggara pendidikan psikologi, untuk menyusun peraturan turunan dan mengimplementasikannya dengan seoptimal mungkin.
Nadiem kemudian mengapresiasi pimpinan dan anggota Komisi X DPR, pimpinan dan anggota Panja RUU, Kemenkum HAM, Kemenkes, Kemensos, jajaran Kemendikburistek, sekretariat Komisi X DPR, para pakar, akademisi, dan praktisi yang menjadi tenaga ahli Panja RUU, serta organisasi profesi psikologi, asosiasi penyelenggara pendidikan psikologi serta seluruh pihak yang terlibat dan mendukung pembahasan RUU hingga selesai dibahas dan disahkan.
"Semoga gotong royong kita dalam memajukan dunia pendidikan dan layanan psikologi ini diridhoi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Mari pimpin pemulihan, bergerak serentak mewujudkan Merdeka Belajar," kata dia.
Enam pokok
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian, menjabarkan enam pokok bahasan atau norma-norma substansi RUU yang bermanfaat dan berdampak positif bagi masyarakat. Pertama, RUU itu memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan psikologi, layanan psikologi, daya saing sumber daya manusia, dan kesejahteraan psikologis masyarakat.
"Selain itu, RUU ini juga memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada psikolog, klien, dan masyarakat," kata Hetifah.
Kedua, Hetifah melanjutkan, RUU itu menata dan memberikan kepastian proses serta tahapan penyelenggaraan pendidikan bagi para psikolog melalui pendidikan akademik dan pendidikan profesi. Baik itu psikolog yang berpraktik memberikan layanan maupun psikolog sebagai ilmuwan. "Hal ini diharapkan akan berdampak secara langsung terhadap layanan psikologi yang optimal," jelas dia.
Ketiga, RUU itu memberikan pengaturan dan kepastian adanya kerja sama perguruan tinggi dan organisasi profesi. "Di mana perguruan tinggi dan organisasi profesi memiliki tanggung jawab terhadap mutu layanan profesi psikolog," kata dia.
Keempat, psikolog lulusan luar negeri dan psikolog asing diberikan kepastian pengaturan dalam memberikan layanan setelah psikolog tersebut memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Layanan Psikologi (SILP). Kelima, RUU itu memberikan kepastian pengaturan kepada psikolog untuk memiliki STR dan mendapatkan SILP, di mana STR dikeluarkan oleh induk organisasi profesi himpunan psikologi dan SILP diterbitkan oleh Pemerintah Pusat dengan rekomendasi dari induk organisasi profesi himpunan psikologi.
Keenam, RUU itu memberikan pengaturan dan kepastian mengenai pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah kepada organisasi profesi yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas layanan, perlindungan kepada klien, pengembangan kompetensi psikolog, perlindungan kepada psikolog, dan keterbukaan informasi layanan psikolog kepada masyarakat. "Prinsip RUU tentang Pendidikan dan Layanan Psikologi ini mengatur untuk kepentingan bangsa, dalam arti bahwa RUU ini tidak mengutamakan kepentingan kelompok tertentu atau pemerintah saja, melainkan mengatur untuk kepentingan semua," tutur Hetifah.