Sabtu 09 Jul 2022 02:20 WIB

UE Peringatkan Kemungkinan Pengusiran Warga Palestina Terburuk

Israel yang terus memaksa penduduk keluar dari Masafer Yatta

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Esthi Maharani
Pengunjuk rasa Palestina menghadapi pasukan keamanan Israel selama rapat umum menentang penggusuran lebih dari seribu warga Palestina di desa Yatta, Tepi Barat, 17 Juni 2022. Mahkamah Agung Israel menolak pada 7 Mei sebuah petisi menentang pengusiran warga Palestina dari Masafer Yatta, selatan Hebron.
Foto: EPA-EFE/ABED AL HASHLAMOUN
Pengunjuk rasa Palestina menghadapi pasukan keamanan Israel selama rapat umum menentang penggusuran lebih dari seribu warga Palestina di desa Yatta, Tepi Barat, 17 Juni 2022. Mahkamah Agung Israel menolak pada 7 Mei sebuah petisi menentang pengusiran warga Palestina dari Masafer Yatta, selatan Hebron.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Uni Eropa (UE) memperingatkan kemungkinan pengusiran warga Palestina dari Tepi Barat terburuk dalam beberapa dekade terakhir. Ini terjadi karena Israel yang terus memaksa penduduk keluar dari Masafer Yatta menyusul keputusan pengadilan.

“Jika pengusiran massa terjadi, itu akan menjadi yang terbesar selama beberapa dekade terakhir,” kata Duta Besar UE untuk wilayah Palestina yang diduduki Sven Kuehn von Burgsdorff saat berkeliling Masafer Yatta di Tepi Barat yang diduduki. Burgsdorff mengaku dia sangat prihatin dengan situasi ini.

Tentara pendudukan Israel sedang mencoba memaksa warga Palestina keluar dari 12 komunitas Masafer Yatta. Menurut mereka, rumah warga Palestina dibangun di sekitar zona pelatihan militer. Pada 4 Mei, Pengadilan Tinggi Israel menyetujui pengusiran warga Palestina yang tinggal di Masafer Yatta untuk memberi ruang bagi pelatihan militer Israel.

Sumber-sumber lokal melaporkan 27 bangunan diratakan dan setidaknya 30 perintah pembongkaran dikeluarkan. Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan warga Palestina yang berada dalam risiko pengusiran paksa sekitar 1.200 orang, termasuk 580 anak-anak.

Mereka akan kehilangan rumah, harta benda, akses ke air, mata pencaharian, fasilitas kesehatan dasar dan sekolah. “Ini bisa menjadi pemindahan paksa, pelanggaran berat hukum humaniter internasional dan kejahatan perang,” kata OCHA, dilansir MEMO, Jumat (8/7/2022).

Menurut statistik PBB, sejak tahun 2011, Israel telah menghancurkan atau mengambil alih 217 bangunan Palestina di Masafer Yatta yang menyebabkan perpindahan 608 warga Palestina.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement