Sabtu 09 Jul 2022 07:25 WIB

Penembakan Abe Kejutkan Negara dengan Tingkat Kriminalitas Rendah Gunakan Senjata

Terakhir kali penembakan profil tinggi terjadi pada 2019 di Jepang.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Akie Abe (kiri) istri mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, tiba di rumah sakit tempat Abe dinyatakan meninggal di Kashihara, prefektur Nara, Jepang barat, Jumat, 8 Juli 2022. Mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, seorang tokoh konservatif yang memecah belah dan salah satu tokoh paling kuat dan berpengaruh di negaranya, tewas setelah ditembak dalam pidato kampanye hari Jumat di Jepang barat, kata pejabat rumah sakit.
Foto: Kyodo News via AP
Akie Abe (kiri) istri mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, tiba di rumah sakit tempat Abe dinyatakan meninggal di Kashihara, prefektur Nara, Jepang barat, Jumat, 8 Juli 2022. Mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, seorang tokoh konservatif yang memecah belah dan salah satu tokoh paling kuat dan berpengaruh di negaranya, tewas setelah ditembak dalam pidato kampanye hari Jumat di Jepang barat, kata pejabat rumah sakit.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Berita penembakan mantan Perdana Menteri Shinzo Abe di siang bolong mengejutkan tidak hanya Jepang tetapi seluruh dunia. Peristiwa ini menampar negara dengan tingkat kejahatan yang relatif rendah dengan pengaturan senjata yang ketat.

Masih banyak yang belum jelas tentang motif dan identitas tersangka dalam serangan pada Jumat (8/7/2022). Abe diketahui ditembak saat berkampanye di Nara untuk Partai Demokrat Liberal dan meninggal di rumah sakit. Pemilihan parlemen dijadwalkan pada Ahad (10/7/2022).

Baca Juga

Negara berpopulasi 125 juta penduduk ini hanya memiliki 10 kasus kriminal terkait senjata tahun lalu. Polisi menyatakan, kasus tersebut mengakibatkan satu kematian dan empat cedera dengan delapan dari kasus itu terkait dengan geng.

Tokyo tidak memiliki insiden senjata, cedera, atau kematian selama tahun yang sama, meskipun 61 senjata disita di kota tersebut. Terakhir kali penembakan profil tinggi terjadi pada 2019, ketika seorang mantan anggota geng ditembak di tempat karaoke di Tokyo.

Meskipun universitas-universitas besar di Jepang memiliki klub senapan dan polisi Jepang bersenjata, kebanyakan orang Jepang menjalani hidup tanpa pernah memegang atau bahkan melihat senjata sungguhan. Penusukan lebih sering terjadi sebagai kejahatan fatal.

photo
Seorang pria berdoa di depan tugu peringatan darurat di tempat mantan Perdana Menteri Shinzo Abe ditembak saat menyampaikan pidatonya untuk mendukung kandidat Partai Demokrat Liberal saat kampanye pemilihan di Nara, Jepang barat, Jumat, 8 Juli 2022. - (AP/Hiro Komae)

Perdebatan tentang hak untuk memiliki senjata adalah masalah yang jauh di Jepang dan telah berlangsung selama beberapa dekade. "Orang-orang Jepang dalam keadaan shock,” kata profesor di College of Risk Management di Nihon University di Tokyo Shiro Kawamoto.

Menambah kerumitan kondisi penembakan adalah laporan senjata yang digunakan dalam serangan itu mungkin buatan sendiri. Artinya pengawasan senjata yang ada bisa jadi tidak efektif.

Spekulasi sudah tersebar luas bahwa personel keamanan Abe mungkin menghadapi pertanyaan serius. Namun serangan seperti itu luar biasa di Jepang, menjadikan keamanan yang relatif ringan sebagai norma, bahkan untuk mantan perdana menteri.

Kawamoto menyatakan, acara kampanye saat Abe diserang menarik banyak orang, membuat keamanan menjadi tantangan. "Ini berfungsi sebagai peringatan bahwa kekerasan senjata dapat terjadi di Jepang, dan keamanan untuk melindungi politisi Jepang harus diperiksa kembali,” katanya.

"Menganggap serangan semacam ini tidak akan pernah terjadi akan menjadi kesalahan besar," ujarnya.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement