Sabtu 09 Jul 2022 16:11 WIB

Pakar Dorong BPOM Perkecil Peluang Paparan Risiko BPA

Saran saya produsen beralih ke kemasan yang lebih aman.

Red: Erik Purnama Putra
Warga duduk di dekat pengisian air bersih dalam galon di Gang Madrasah, Ancol, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara, Rabu (5/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Warga duduk di dekat pengisian air bersih dalam galon di Gang Madrasah, Ancol, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara, Rabu (5/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga (Unair), Prof Junadi Khotib menerangkan, pola distribusi galon guna ulang yang buruk bisa memperparah pelepasan (migrasi) BPA. Menurut Junaidi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tak boleh lagi membiarkan masyarakat terus-menurus terpapar BPA.

Hal itu mengingat efeknya pada kesehatan, termasuk gangguan perkembangan otak dan mental anak usia dini. "Memang ada penelitian tentang kinetika pelepasan BPA dari kemasan polikarbonat. Semakin tinggi kadar BPA dalam kemasan polikarbonat, BPA yang dilepaskan juga semakin tinggi," kata Junadi dalam siaran di Jakarta, Sabtu (9/7/2022).

Dia pun mendorong BPOM bisa memperkecil peluang paparan risiko BPA melalui pemberian label pada kemasan makanan dan minuman. "Itu bagian dari edukasi publik sekaligus bentuk perlindungan untuk masa depan anak-anak Indonesia," kata Junadi.

Guru Besar Departemen Teknik Kimia Universitas Diponegoro (Undip), Andri Cahyo Kumoro menyoroti produsen air minum dalam kemasan (AMDK) yang abai menjaga mutu dan kualitas air. Termasuk pola mengangkut air galon dengan seenaknya sehingga galon kerap terpapar sinar matahari langsung dan terguncang-guncang.  "Ini sangat berpotensi menjadikan BPA terlepas dengan cepat," katanya merujuk kepada senyawa kimia Bisfenol A (BPA)

Menurut Andri, pola distribusi yang seenaknya tersebut terjadi karena masyarakat banyak yang belum mengetahui bahaya paparan BPA. Karena itu, ia menganggap, pelabelan BPA pada kemasan galon pilihan tepat untuk mendidik masyarakat. "Saran saya produsen beralih ke kemasan yang lebih aman, yang bebas BPA," kata profesor bidang pemrosesan pangan tersebut.

Data BPOM menyatakan, 96,4 persen galon bermerek yang beredar luas di pasaran menggunakan kemasan polikarbonat, yaitu plastik keras yang pembuatannya menggunakan bahan campuran BPA. Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM Rita Endang menerangkan, temuan anyar itu ikut melatari keputusan lembaganya mengeluarkan draft peraturan pelabelan risiko BPA atas galon polikarbonat.

Dalam draft yang memasuki tahap pengesahan, BPOM mewajibkan produsen yang menggunakan galon polikarbonat untuk memasang label peringatan "Berpotensi Mengandung BPA", kecuali mampu membuktikan sebaliknya. Draft juga mencantumkan masa tenggang (grace period) penerapan aturan selama tiga tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement