REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, pemanfaatan mata uang kripto baru-baru ini mengakibatkan risiko pencucian uang meningkat. KPK mengantisipasi, potensi pencucian uang hasil tersebut dengan mengadakan pelatihan penelusuran, penggeledahan dan penyitaan mata uang kripto.
"Mata uang kripto dan layanan pencucian uang berkembang ketika oknum penjahat berusaha untuk bergerak ke arah mata uang yang lebih menjaga privasi," kata Plt Juru Bicara KPK bidang Pencegahan, Ipi Maryati Kuding dalam keterangan, Sabtu (9/7).
Ipi mengatakan, Bitcoin masih menjadi alat utama untuk menukar kripto ke mata uang fiat atau mata uang yang dikeluarkan oleh suatu negara. Dia menjelaskan, pelatihan digelar guna meningkatkan kapasitas seluruh aparat penegak hukum (APH) di Indonesia.
Ruang lingkup pelatihan antara lain tentang pengenalan mata uang kripto; rantai blok, pemanfaatan, pengelolaan, penyimpanan, kerahasiaan, penelusuran dan transaksi mata uang kripto. Selain itu, berkenaan dengan tipologi resiko kejahatan finansial, pengalaman negara lain dalam penelusuran dan penyitaan mata uang kripto serta latihan praktik penelusuran dan mengendalikan mata uang kripto.
Ipi mengatakan, pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan para analis, penyidik, maupun Jaksa dari tiga penegak hukum serta PPATK tentang mata uang kripto. Selain itu, juga membekali mereka kemampuan untuk dapat melakukan pelacakan, penggeledahan dan penyitaan untuk tujuan penindakan.
"KPK juga berharap pelatihan ini dapat memitigasi ancaman yang ditimbulkan oleh aliran keuangan gelap dan pencucian uang berbasis aset virtual, khususnya yang terkait dengan tindak pidana korupsi," katanya.
Pelatihan dilaksanakan secara hybrid di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK dengan jumlah peserta total sekitar 80 orang baik yang hadir secara langsung maupun daring. Para peserta adalah Pegawai di Bidang Penindakan KPK, Analis PPATK, Penyidik Dit. Tipikor Bareskrim Polri, Jaksa Penyidik Tipikor dan Jaksa PPA Kejaksaan Agung.