REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program Studi Manajemen Universitas Bina Sarana Informatika (BSI) mengadakan seminar bertajuk Membangun Soft Skill untuk Siap Bersaing di Dunia Kerja yang berlangsung secara hybrid. Seminar yang dihadiri kurang lebih 1.119 peserta ini,dibagi menjadi tiga hari pelaksanaan pada tanggal 23, 28, dan 30 Juni 2022.
Seminar diselenggarakan di Aula Universitas BSI kampus Cengkareng dan Aula Universitas BSI kampus Kramat 98, Jakarta Pusat. Ketua Prodi Manajemen Universitas BSI Nurvi Oktiani turut hadir dalam kegiatan. Narasumber dalam seminar ini adalah Lukitarini dari PT Pengadaian (Persero), Departemen Head Recruitment and Learning BRI Life Kartini Widiyanti, dan Kepala Divisi Pengembangan Karier dan SDM Perum Bulog Maruli Abrahamsyah.
Dalam sambutannya, Nurvi Oktiani menyampaikan mahasiswa harus memiliki soft skill. Pasalnya soft skill berhubungan erat dengan kepemimpinan, karakter, kreativitas, dan lain-lain. “Hal ini tentunya akan menjadi menjadi kompetensi yang harus dimiliki oleh para mahasiswa Prodi Manajemen Universitas BSI,” kata Nurvi.
Menurutnya, soft skill adalah keterampilan yang tidak dapat diukur atau dilihat. Namun ketrampilan ini sangat dibutuhkan agar bisa sukses di era revolusi industri seperti sekarang dan menghadapi era society 5.0.
Lukitarini dalam materinya menjelaskan kesuksesan seseorang di dalam dunia kerja bukan hanya karena faktor kemampuan akademisnya. Bukan pula karena kemampuan teknikal atau hard skill-nya saja.
“Banyak penelitian menunjukkan kesuksesan seseorang di dunia kerja bukan didasarkan karena kemampuan teknikal. Kemampuan teknikal hanya menyumbang sepuluh persen untuk kesuksesan dan sisanya disumbang oleh kemampuan non akademis atau biasa disebut soft skill,” ujar Lukitarini.
Ia menjelaskan soft skill bermanfaat sebagai penunjang bagi seseorang yang akan bekerja maupun membuat lapangan pekerjaan. Hal ini ditunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan lebih memilih calon tenaga kerja yang memiliki soft skill yang sangat baik meski hard skill-nya kurang.
“Hal tersebut berbanding terbalik dengan memilih calon tenaga kerja yang memiliki kemampuan hard skill mumpuni tapi kemampuan soft skill-nya kurang,” ujarnya.
Sedangkan menurut Kartini, penyelesaian masalah (problem solving and critical thinking) merupakan bagian dari soft skill. Ketrampilan ini adalah gabungan kemampuan dalam menganalisis dan mengidentifikasi sebuah masalah serta mampu memberikan beberapa alternatif solusi dalam menyelesaikan masalah.
“Mampu menggunakan nalar yang logis merupakan kemampuan di dalam problem solving sehingga pendekatan suatu masalah, akan mudah diselesaikan secara efektif dan efisien,” kata Kartini.
Ia menuturkan seorang pekerja teladan tak mau lari dari masalah. Namun ia berinisiatif memecahkan masalahnya sendiri di rumah maupun kantor. Ini merupakan poin penting bagi para mahasiswa untuk bekal ketika lulus nanti.
Maruli sebagai pembicara terakhir menyampaikan penguatan soft skill bagi mahasiswa perlu dilakukan sejak di bangku kuliah melalui berbagai metode pembelajaran. Menurutnya, ketrampilan non teknis menjadi modal dasar bagi lulusan perguruan tinggi untuk masuk ke dunia kerja apalagi untuk generasi sekarang.
“Dengan mengasah kemampuan non teknis, mental mahasiswa akan semakin terasah dan memiliki sikap rajin serta pantang menyerah untuk menjaga konsistensi serta perbanyak kemampuan soft skill yang dimiliki,” kata Maruli.