Sabtu 09 Jul 2022 19:40 WIB

Demonstran Geruduk Kediaman Presiden, PM Sri Lanka Gelar Pertemuan Darurat

Publik Sri Lanka marag atas krisis ekonomi terburuk di negara itu.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Dwi Murdaningsih
Biksu Buddha pelajar Sri Lanka meneriakkan slogan-slogan saat mereka berbaris menuntut Presiden Gotabaya Rajapaksa mengundurkan diri karena krisis ekonomi di Kolombo, Sri Lanka, Senin, 20 Juni 2022.
Foto: AP/Eranga Jayawardena
Biksu Buddha pelajar Sri Lanka meneriakkan slogan-slogan saat mereka berbaris menuntut Presiden Gotabaya Rajapaksa mengundurkan diri karena krisis ekonomi di Kolombo, Sri Lanka, Senin, 20 Juni 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Ribuan pengunjuk rasa di Ibu Kota komersial Sri Lanka, Kolombo, menyerbu kediaman resmi presiden dan sekretariatnya pada Sabtu (9/7/2022). Aksi protes terjadi di tengah meningkatnya kemarahan publik atas krisis ekonomi terburuk yang melanda negara itu dalam tujuh dekade.

Dua sumber Kementerian Pertahanan mengatakan, Presiden Rajapaksa telah dievakuasi dari kediaman resmi pada Jumat (8/7/2022) untuk keselamatannya. Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe pada Sabtu menggelar pertemuan darurat terhadap para pemimpin partai untuk membahas situasi dan mencapai resolusi cepat. Wickremesinghe juga telah dipindahkan ke lokasi yang aman.

Baca Juga

Siaran langsung Facebook dari dalam rumah presiden menunjukkan ratusan pengunjuk rasa memasuki kamar dan koridor, sambil meneriakkan slogan menentang Rajapaksa. Berdasarkan rekaman video, pengunjuk rasa berdiri dan beberapa orang berenang di kolam renang yang terletak di dalam rumah presiden. Ratusan pengunjuk rasa juga berseliweran di halaman luar kediaman presiden dan tidak ada petugas keamanan yang terlihat.

Ribuan orang memadati distrik pemerintah Kolombo, meneriakkan slogan-slogan menentang presiden dan membongkar beberapa barikade polisi untuk mencapai rumah Rajapaksa. Saksi mengatakan kepada Reuters, polisi melepaskan tembakan ke udara tetapi tidak dapat menghentikan massa yang berkumpil di sekitar kediaman presiden. Reuters tidak dapat mengkonfirmasi keberadaan presiden.

Ketidakpuasan telah memburuk dalam beberapa pekan terakhir karena negara berhenti menerima pengiriman bahan bakar, memaksa penutupan sekolah, dan penjatahan bensin dan solar untuk layanan penting.

Sedikitnya 39 orang, termasuk dua polisi terluka dan dirawat di rumah sakit dalam protes tersebut. Sri Lanka mengalami kekurangan devisa yang cukup parah sehingga berdampak pada impor bahan bakar, makanan, dan obat-obatan yang penting. Hal ini menjerumuskan negara tersebut ke dalam krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan pada 1948. 

Inflasi Sri Lanka melonjak pada rekor 54,6 persen pada Juni dan diperkirakan  untuk mencapai 70 persen dalam beberapa bulan mendatang. Sri Lanka melakukan pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) dan berupaya mendapatkan bailout sebesar 3 miliar dolar AS, restrukturisasi beberapa utang luar negeri, serta penggalangan dana dari sumber multilateral dan bilateral untuk mengurangi kekeringan dolar.  

Krisis terjadi setelah pandemi Covid-19 menghantam ekonomi Sri Lanka yang bergantung pada pariwisata dan memangkas pengiriman uang dari pekerja luar negeri. Krisis semakin diperparah oleh penumpukan utang pemerintah yang besar, kenaikan harga minyak dan larangan impor pupuk kimia tahun lalu yang menghancurkan  pertanian. 

Larangan impor pupuk telah dicabut pada November tahun lalu. Namun, banyak pihak menyalahkan pemerintahan Presiden Rajapaksa sebagai penyebab krisis karena salah urus ekonomi. Aksi protes yang menuntut pengunduran diri presiden berlangsung sejak Maret.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement