Ahad 10 Jul 2022 04:20 WIB

Mantan Komandan NATO Minta Ukraina untuk Bom Jembatan Krimea

Jembatan Krimea menjadi infrastruktur yang menghubungkan Krimea dengan daratan Rusia.

Foto ini diambil dari video yang didistribusikan oleh Layanan Pers Kementerian Pertahanan Rusia menunjukkan kendaraan militer Rusia bergerak selama latihan di Krimea, 22 April 2021.
Foto: AP/Russian Defense Ministry Press S
Foto ini diambil dari video yang didistribusikan oleh Layanan Pers Kementerian Pertahanan Rusia menunjukkan kendaraan militer Rusia bergerak selama latihan di Krimea, 22 April 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Jenderal Philip Breedlove yang menjabat sebagai komandan sekutu tertinggi NATO untuk Eropa dari 2013—2016 mendesak Ukraina untuk mengebom Jembatan Krimea. Hal itu diklaim sebagai ‘target yang sah’.

Sejak awal operasi militer Rusia pada Februari, Ukraina telah mengancam akan menargetkan Jembatan Krimea (atau juga disebut sebagai Jembatan Kerch) yang menghubungkan semenanjung ke daratan Rusia beberapa kali.

Baca Juga

“Sama sekali tidak mengejutkan saya bahwa Rusia mengkhawatirkan Jembatan Kerch. Ini sangat penting bagi mereka. Sekarang Barat telah memberi Ukraina rudal Harpoon (dengan jangkauan hingga 200 mil), saya pikir Rusia memiliki banyak alasan untuk khawatir tentang Ukraina yang meluncurkan serangan di jembatan itu,” kata Breedlove, dikutip dari Sputnik News, Sabtu (9/7/2022).

Breedlove mengatakan dia tidak mengerti pada mereka yang menentang ‘tindakan agresif seperti itu’. “Saya mendengar banyak orang bertanya apakah tepat bagi Ukraina untuk mengambil tindakan agresif seperti itu dan apakah Barat akan mendukungnya, tetapi saya tidak dapat memahami argumen itu. Rusia telah menginvasi Ukraina dan telah meluncurkan serangan tidak hanya dari dalam Ukraina tetapi juga dari Rusia, Belarusia, Krimea dan Laut Hitam,” tegasnya.

Baik Moskow maupun Minsk telah membantah keterlibatan Belarus dalam operasi militer Rusia di Ukraina.

Berbicara dari Pengalaman

Saran Breedlove mengenai Jembatan Krimea sejalan dengan sejarah NATO dengan infrastruktur sipil. Selama pengeboman Yugoslavia pada 1999, aliansi tersebut tidak segan-segan melepaskan kekuatan militernya terhadap sasaran sipil seperti jembatan, rumah sakit, sekolah, pabrik industri dan bahkan monumen budaya.

Human Rights Watch menyimpulkan bahwa serangan Yugoslavia menyebabkan sedikitnya 489 dan sebanyak 528 warga sipil Yugoslavia tewas dalam sembilan puluh insiden terpisah dalam Operasi Pasukan Sekutu.

Media Rusia sebut, di tengah intervensi militernya terhadap Libya, NATO juga menggunakan pendekatan serupa, dengan serangan yang menargetkan rumah sakit, restoran, dan bahkan rumah-rumah penduduk. Pada Mei 2012, Human Rights Watch melaporkan bahwa setidaknya 72 warga sipil tewas selama kampanye udara NATO di negara Timur Tengah itu.

Jembatan Krimea di Garis Bidik?

Ini bukan pertama kalinya ancaman terhadap Jembatan Krimea muncul setelah operasi militer. Ada desas-desus bahwa Ukraina berencana menyerang jembatan itu pada 9 Mei, ketika Rusia merayakan Hari Kemenangan.

Para pejabat di Krimea dan dari daratan Rusia telah berulang kali memperingatkan terhadap tindakan agresif terhadap Jembatan Krimea, dengan mengatakan bahwa menyerang jembatan itu tidak kurang merupakan tindakan teroris.

Kremlin telah menyatakan bahwa semua tindakan keamanan yang diperlukan sedang diambil untuk menjaga jembatan tetap aman.

Jembatan Krimea secara resmi dibuka pada Mei 2018, menjadi bagian penting dari infrastruktur yang menghubungkan Krimea dengan daratan Rusia. Selain jalan raya, ada jembatan kereta api paralel antara Krimea dan Semenanjung Taman di Krasnodar Krai Rusia.

Krimea dicaplok ke dalam Federasi Rusia pada Maret 2014. Ukraina masih menganggap semenanjung itu sebagai wilayahnya di bawah ‘pendudukan sementara’.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement