REPUBLIKA.CO.ID, Sejak disahkannya UU ITE ini pada 2008 silam, BPN (Badan Pertahanan Nasional) menilai UU ini banyak digunakan untuk kepentingan kekuasaan. Jadi, sepanjang undang–undang ini ditetapkan, peristiwa ujaran kebencian dan hal serupa banyak terjadi pada 2014, sejak Pak Jokowi memerintah. Puncaknya pada 2016 itu ada 84 kasus dan kasus-kasus lainnya.
Korbannya rata-rata masyarakat awam dan rata-rata pelapornya pejabat negara. Tidak sedikit masyarakat awam merasa terdiskriminasi oleh pelaksanaan undang-undang ini.
Musikus dan calon anggota legislatif Partai Gerindra, Ahmad Dhani, divonis satu tahun enam bulan mendekam di penjara setelah dilaporkan dan dinyatakan terkena "pasal karet" dalam UU ITE, bersalah dengan menyiarkan ujaran kebencian ke media sosial. Akhirnya kasus ini harus berakhir ke pengadilan. Dampak media sosial memang sangat berpengaruh bagi negeri ini.
Seharusnya kasus-kasus seperti Ahmad Dhani tersebut diselesaikan secara damai terlebih dahulu. UU ITE yang berlaku di masyarakat ini belum mencerminkan isi undang-undang yang sebenarnya. Pihak yang berwajib berhak merevisi undang-undang ini dan mengawasi penerapannya di masyarakat.
Jangan ada lagi kepentingan-kepentingan kekuasaan di dalamnya. Agar masyarakat dapat penanganan secara adil dan mendapat haknya sebagai masyarakat yang demokrat seutuhnya.
Penugasan tim khusus untuk mengkaji penerapan UU ITE ini sangat diharapkan. Demi perbaikan-perbaikan undang-undang dan penerapannya dapat diatasi. Sehingga ke depannya tidak ada yang merugikan apalagi merasa dirugikan oleh orang lain hanya karena mereka berpendapat dan berekspresi di media massa.
SURAT PEMBACA DIKIRIM
Laode Muhammad Alfateh Arifin (Universitas Darussalam Gontor – Ponorogo)