Sejak Indonesia memasuki era reformasi melalui pergolakan yang terjadi, tepatnya saat Presiden Soeharto turun dari kekuasaannya pada tahun 1998, saat itu jugalah alam demokrasi terbuka sangat luas. Terbukanya alam demokrasi yang sangat luas barang tentu banyak juga perubahan yang terjadi dan akan terjadi terkhusus di Institusi-institusi Pemerintahan.
Secara umum tujuan Reformasi adalah untuk menciptakan demokrasi dikalangan masyarakat dan negara agar mempercepat pertumbuhan kecerdasan bangsa dan negara yang artinya tujuan ini terkandung nilai-nilainya di dalam amanat UUD 1945. Kemudian sebagai salah satu contoh Institusi yaitu Polisi Republik Indonesia (Polri) bahwasanya Polri sebagai Institusi yang memberikan pelayanan kepolisian kepada masyarakat apalagi dengan arah baru yang dinamakan Reformasi Birokrasi Polri (RBP), maka perlu institusi ini tetap harus menunjukkan perubahan yang signifikan agar ikut membantu terlaksananya dan tercapainya isi amanat UUD 1945 tersebut serta rekomendasi reformasi itu sendiri.
Sesuai tugasnya Polri sebagai Pelindung, Pengayom dan Pelayan masyarakat, internal polri tentu harus terlebih dahulu mampu melaksanakan tiga unsur itu agar tercapainya manfaat pelaksanaannya ke lingkungan masyarakat dan berjalan dengan sebaik-baik mungkin serta meluas sehingga terciptanya dukungan penuh tentang demokrasi itu sendiri secara utuh. Pada prinsipnya Polri sebagai salah satu Institusi penegak hukum, maka di tangan dan serta kebijakan institusi inilah baagaimana hukum itu berjalan dengan semestinya.
Sebab negara yang demokratis adalah negara yang menjunjung tinggi azaz Hukum yang berlaku di negara itu sendiri. Untuk hal ini sebagai amanat dari reformasi terkhusus kepada institusi dengan sebutan Polri Reformasi Birokrasi (RBP) bukan lagi merupakan suatu tuntutan masyarakat yang mengharapkan agar Birokrasi dan terutama aparatur Polri dapat berkualitas lebih baik tetapi benar-benar menjadi kebutuhan dalam mewujudkan good governance dan clean government.
Dengan bergulirnya Reformasi Birokrasi Nasional, Polri telah melaksanakan program Reformasi Birokrasi sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2014 yang terbagi dalam dua gelombang yaitu Reformasi Birokrasi Polri Gelombang I Tahun 2004-2009 dan Reformasi Birokrasi Polri Gelombang II Tahun 2011-2014. Keberlanjutan pelaksanaan Reformasi Birokrasi Polri memiliki peran penting dalam mewujudkan Polri yang professional dan mandiri sesuai harapan masyarakat dan hasil-hasil yang telah dicapai dari pelaksanaan Reformasi Birokrasi pada periode sebelumnya menjadi dasar pelaksanaan Reformasi Birokrasi Gelombang III Tahun 2016-2019 yang dituangkan dalam Road Map Reformasi Birokrasi Polri Gelombang III Tahun 2016-2019.
Karena itu pelaksanaan Reformasi Birokrasi saat ini merupakan penguatan dari pelaksanaan Reformasi Birokrasi sebelumnya. Pembahasan yang akan dipaparkan di tulisan ini dilihat dari salah satu lembaga Institusi Polri yaitu Kakorlantas polri.
Kakorlantas Polri yang dipimpin oleh Irjen Pol Refdi Andri sebenarnya penulis melihat bahwasanya terganggu psikologisnya, pada saat ini panasnya masa kampanye dan pemilu yang akan akan berlangsung sehingga Kakorlantas Polri memunculkan inisiatif untuk melaksanakan kegiatan “Millenial Road Safety Festival” yang disinyalir bukan agenda pokok Kakorlantas serta tujuan Reformasi Birokrasi ditubuh Polri
Merujuk kembali kebeberapa era pemerintahan yang pernah ada sebelum era reformasi, tepatnya masa Orde baru organisasi baru di tubuh Polri lahir atas hasil penjabaran dikeluarkannya Surat Keputusan Kapolri No. Pol 113/SK/1979 tanggal 17 September 1970 tentang Organisasi Staf Umum dan Staf Khusus dan Badan – Badan Pelaksana Polri Bidang lalu lintas, juga menyesuaikan. Dua tahun sebelum surat keputusan tersebut (tahun 1968), di tingkat pusat dibentuk Pusat Kesatuan Operasi Lalu Lintas (Pusatop Lantasi) dengan komandan KBP Drs UE Medelu.
Dengan keluarnya SK tersebut berubah kembali menjadi Direktorat Lalu Lintas tahun 1970, yang merupakan salah satu unsur Komando Utama Samapta Polri, sehingga kemudian disebut Direktorat Lalu Lintas Komapta. Pada tahun 1984, Dinas Lalu Lintas diperkecil menjadi Sub Direktorat Lalu Lintas Polri dibawah Dit Samapta.
Namun, karena adanya kebutuhan yang tinggi maka dikembalikan lagi menjadi Dit Lalu Lintas Polri dan langsung dibawah Kapolri.Perkembangan terus terjadi pada tahun 1991 tepatnya tanggal 21 Nopember 1991, Sub direktorat Lalu Lintas dikembangkan kembali organisasinya menjadi Direktorat Lalu Lintas Polri, berkedudukan di bawah Kapolri, yang sehari-harinya dikoordinasikan oleh Deputi Operasi Kapolri.
Di era reformasi, Polri terlepas dari organisasi ABRI/TNI. Dengan sendirinya Polri tidak lagi berada dibawah Menhankam/Pangab. Tetapi sudah sebagai institusi yang independen dengan diundangkannya UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI, maka Kapolri berada dibawah serta bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI.
Begitu pula dengan Direktorat Lalu Lintas, berada didalam wadah Badan Pembinaan Keamanan Polri (Babinkam Polri). Saat ini reformasi birokrasi di lingkungan Polri terus bergulir, meliputi reformasi instrumental, struktural, dan kultural.
Reformasi instrumental akan meliputi kendaraan dan teknologi pendukung tugas Polri di lapangan. Karena diharapkan tugas Polri menjadi lebih baik dibanding sbelumnya, sehingga harus memelihara peralatan yang dimiliki agar berfungsi dengan baik agar dapat membantu kinerja polisi di lapangan.
Kemudian berdasarkan Peraturan Presiden No.52 tanggal 4 Agustus tahun 2010 Dit.Lantas Polri Menjadi Korps Lalu Lintas Polri (Korlantas Polri). Korlantas Polri berkedudukan langsung dibawah Kapolri, bertugas untuk membina dan menyelenggarakan fungsi Lalu Lintas meliputi pendidikan masyarakat, penegakkan hukum, pengkajian masalah lalu lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi dan kendaraan bermotor serta patroli jalan raya.
Kita ketahui Kakorlantas Polri sebagai berikut Fungsi dan Tugas Korlantas Polri merupakan unsur pelaksana tugas pokok yang berada di bawah Kapolri. Pusat Pengendali Lalu Lintas Nasional Kepolisian Republik Indonesia (lebih dikenal dengan istilah NTMC Polri) adalah pusat kendali informasi dan komunikasi yang mngatur lalu lintas di Indonesia.
Dari pemaparan yang sedikit ini tidak menunjukkan bahwasanya ada kecil kemungkinan kegiatan Millenial Road Safety Festival adanya kriteria tugas pokok Kakorlantas Polri. Sebagai Intitusi yang semakin hari masyarakat menaruh harapan bagaimana polri menjalankan tugas, fungsi dan perannya sesuai aturan perundangan-undangan, maka Polri tentu tidak lah layak keluar dari jalur tersebut walaupun ada hal-hal insidentil yang akan dilaksanakan oleh institusi ini, tapi tetap tidak melanggar aturan yang sudah ditetapkan.
Melihat hal yang bersifat insidentil tersebut sebagai yang penulis uraikan. Kegiatan yang di sponsori oleh Polri sebagai pelaksananya Kakorlantas Polri ini menimbulkan beberapa multi tafsir di kalangan tokoh dan masyarakat .
Ada beberapa poin yang menimbulkan multi tafsir tersebut. Yang pertama Kegiatan ini bersamaan dengan berlangsungnya masa kampanye hingga menjelangnya hari pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden serta legislative mulai dari DPRD Kabupaten/Kota , DPRD Provinsi hingga DPR RI dan DPD RI dari sabang sampai Merauke di tiga puluh empat provinsi Indonesia.
Kemudian yang kedua bahasa Millenial ini di pakai oleh dari masing-masing tim kampanye calon Presiden dan Calon Wakil Presiden untuk menggiring para pemilih muda ikut berpartisipasi dalam pemilihan 17 April 2019. Pemilih muda ini digiring untuk memilih tidak ada masalah, tetapi kalau di giring memilih salah satu calon ini tidak etis dan demokrasi namanya. Secara pertanggung jawaban Polri melalui Kapolri bertanggung jawab kepada Presiden begitu pun bawahannya Kapolri bertanggung jawab kepada Kapolri.
Kemudian Presiden yang saat ini menjabat merupakan Calon Presiden Republik Indonesia yang akan dipilih pada 17 pril 2019. Tafsiran-tafsiran seperti ini marak dan menjadi konsumsi publik.
Bahkan ketika salah satu video menunjukkan sewaktu berlangsungnya kegiatan “Millennial Road Safety Festival”, ada seorang yang diduga oknum polisi membacakan ucapan terimakasih kepada Jokowi atas bantuan sosial yang diterima oleh masyarakat dan kemudian oknum polisi itupun mengajak masyarakat diakhir kalimat mengucapkan sembari meneriakkan jokowi “yes yes yes” Video yang tersebar pada tanggal 18 Maret 2019 tersebut langsung diklarifikasi oleh Kepala Biro Penerangan Divisi Humas Polri Brigadir Jendral Polisi Dedi Prasetyo pada 19 Maret 2019 di Mabes Polri Jakarta Selatan.
Terlepas cepat tanggapnya pihak Mabes Polri mengklarifikasi video tersebut yang sudah beredar dimedia sosial tetap saja ini mengindikasikan Polri ikut mengkampenyekan secara tidak langsung salah satu calon yang disinyalir calon berurut nomor 01. Hal wajar, publik mengindisikan seperti itu sebab masa-masa seperti ini adalah masa–masa yang sangat sensitif.
Untuk itu kembali penulis pertegas seperti di pembuka tadi, bahwasanya hal-hal yang bersifat insidentil yang dilaksanakan polri harus sesuai agenda pokok Polri supaya terkesan netral dalam hal apapun terutama Pilpres. Sehingga ini menimbulkan efek negatif terhadap Institusi Polri, dimana selama ini nama baik polri sangat positif dimata publik.
Harapannya untuk kedepannya Kakorlantas Polri tidak lagi terjebak dalam ajang-ajang seperti ini, karena penilaian masyarakat juga tidak bisa disalahkan diperbaiki iya, tetapi jika terus terulang maka citra positif yang selama ini untuk membawa Polri mencapai Reformasi Birokrasi hingga tuntas akan sia-sia, begitu juga untuk melayani dan mengayomi masyarakat Indonesia yang sangat majemuk.
Penulis: Imam Rinaldi Nasution, Mahasiswa FISIP Pasca Sarjana Universitas Nasional