Politik uang jelang pemilu lalu menjadi tabiat buruk di masyarakat. Tidak hanya di pusat kota, perbuatan haram itu merambah ke pelosok desa, mengincar warga kecil yang sedang kesusahan. Apalagi belum lama ini KPK telah menemukan 400ribu amplop yang di duga kuat untuk perbuatan memalukan itu.
Pilu rasanya melihat kondisi pejabat yang berprilaku bejat. Pada saat masyarakat sedang masif untuk hijrah kepada Islam kaffah, namun pejabat publik malah memberikan prilaku contoh yang yang mengundang laknat dari Allah SWT.
Pada dasarnya suap itu masuk dalam kategori risywah. Praktik risywah jelas sangat dilarang dalam Islam. Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka di antara kamu." (QS an-Nisa' [4]:29).
Ancaman keharaman suap ini berlaku bagi tiga golongan, yakni pemberi suap (ar-rasyi), si penerima (al-murtasyi), dan penghubung antara keduanya (ar-raa'sy). Hal ini berdasarkan hadis dari Abu Hurairah RA. Ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Allah SWT sangat murka (melaknat) orang yang menyuap dalam bidang hukum, orang yang menerima suap dan orang yang menjadi penghubung di antara keduanya." (HR Ahmad).
Padahal ketaqwaan kepada Allah SWT inilah yang menjadikan setiap orang pintar berpolitik. Inilah yang menjadi landasan seseorang untuk memilih siapa dan juga menjadi landasan pejabat terpilih dalam menjalankan amanahnya berpolitik yaitu dalam tugasnya mengurusi kehidupan masyarakat.
Mari kita semua melakukan perubahan terhadap masyarakat. Sadarkan mereka bahwa ketaqwaan adalah kunci kesuksesan dan keberkahan hidup. Begitupun para pejabat dalam berpolitik hendaklah memakai aturan yang Nabi ajarkan dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang ada. Sehingga keberkahan negeri ini akan diraih dalam setiap aktivitas politiknya.
Pengirim: Deni Heryani