Dinamika Pemilu yang telah berlalu banyak meneladankan hal-hal yang tak patut ditiru. Sebagian berlaku serasa paling Indonesia, sebagian lagi diperlakukan seperti bukan bagian Indonesia. Label cebong dan kampret memenuhi jagat maya dan nyata.
Sebagian berpendapat dunia pendidikan pun kecolongan, kerena belum berhasil menanamkan nilai-nilai persatuan sehingga celaan dan umpatan yang bernuansa perpecahan tumbuh subur bak cendawan di musim penghujan.
Apabila betul dunia pendidikan turut berperan, izinkan kami untuk menghadirkan jalan pemecahan guna menebus kesalahan, yakni mengajak setiap elemen bangsa untuk memahami konsep ukhuwah.
Ukhuwah
Ukhuwah adalah persaudaraan. Bagi Muslim setidaknya ada empat bentuk ukhuwah yang perlu diketahui agar timbul rasa cinta kasih dalam interaksi kehidupannya.
Ukhuwah Islamiah, Ukhuwah Nasabiah, Ukhuwah Wataniah, dan Ukhuwah Insaniah.
Dengan memahami empat bentuk ukhuwah ini kita dapat menyadari bahwa semua orang bisa menjadi saudara meski dalam takaran dan tingkatan yang berbeda. Pengenalan terhadap konsep ukhuwah dapat menjadi metode paling sederhana dan paling mudah dimengerti.
Pertama, Ukhuwah Islamiah. Bernafaskan pengakuan bahwa Muslim yang satu dengan Muslim yang lain adalah ibarat satu tubuh, di mana saat satu bagian merasa sakit maka bagian tubuh lain pun turut merasakan sakitnya dan berupaya membantu kesembuhannya.
Seperti kaki yang tertusuk paku maka bibir akan ikut menjerit, mata ikut terbelalak, dan otak ikut berpikir bagaimana cara mengatasi paku yang telah menyakiti kaki. Persaudaraan yang paling agung ini diikat oleh dua kalimat syahadat. Persaudaraan yang menjaminkan bahwa kemuliaan dan kehidupan sesama Muslim dijaga bersama, meski berbeda pilihan politik, meski berbeda mazhab, meski berlainan suku dan etnis, bahkan bangsa sekalipun.
Pengakuan akan Ukhuwah Islamiah akan membawa Muslim untuk tak seenaknya memuntahkan umpatan yang beracun nan mematikan, apalagi sampai tergesa mengkafirkan atau menyesatkan saudara seiman. Pengkafiran dan penyesatan yang dilakukan secara sembrono inilah yang kerap menimbulkan hadirnya kebencian dan perpecahan di antara sesama Muslim.
Tak jarang bermuara pada tumpahnya darah dan hilangnya nyawa. Suatu hal yang amat bisa dicegah melalui pengakuan bahwa sesama Muslim ialah bersaudara.
Kedua, Ukhuwah Nasabiah. Saudara seketurunan, pertalian antara kita dengan saudara kandung kita sampai pertalian kita dengan sepupu kita. Ada aliran darah yang sama, gen yang sama.
Amat jarang kita berkonflik jika kita menyadari bahwa kita memiliki asal-usul yang sama, karena kelekatan yang terjalin sudah sejak lama. Ketiga, Ukhuwah Wataniah. Saudara sebangsa dan setanah air, sesama orang Indonesia. Entah itu pemeluk agama Islam, pemeluk agama Kristen, pemeluk agama Buddha, pemilih Jokowi maupun pendukung Prabowo, simpatisan PDI-P sampai kader PKS, kita semua bersaudara karena bertanahairkan Indonesia. Mustahil tak timbul rasa toleransi jika kita telah terlebih dulu saling mengasihi karena mengakui status sebagai sesama putra-putri ibu pertiwi.
Keempat, Ukhuwah Insaniah. Persaudaraan sebagai sesama manusia, persaudaraan yang amat luas. Cukup menjadi manusia saja untuk kita dapat merasakan cinta dan kasih sayang.
Sudah menjadi fitrah manusia untuk saling mengasihi dan enggan untuk saling membenci. Nyawa manusia yang lain sama berharganya dengan nyawa kita, kehormatan dan kemuliaan orang lain sama berharganya dengan kehormatan dan kemuliaan kita, yang tak boleh semena-mena direnggut atau dilecehkan begitu saja.
Rasa kemanusiaan dan persaudaraan harus muncul terlebih dulu sebelum rasa kebencian. Hal-hal yang tak sependapat masih dapat didiskusikan atau dirundingkan, tidak serta merta mengedepankan keuntungan pribadi daripada keuntungan bersama.
Contoh sederhana, misalkan kita berada dalam suatu lingkungan yang heterogen, terdapat seseorang bernama Soleh dan Angel. Soleh beragama Islam dan Angel beragama Kristen.
Soleh dan Angel perlu diperkenalkan bahwa mereka memang tidak bersaudara dalam iman, juga tak bersaudara seketurunan. Namun mereka tetap bersaudara sebagai sesama warga negara dan sebagai sesama manusia. Apabila telah dipahamkan mengenai hal ini, maka mau bagaimanapun pada akhirnya Soleh maupun Angel dapat memahami manusia yang satu dengan yang lain selalu terikat sebagai saudara.
Jika tidak karena iman mungkin karena hubungan darah, jika bukan karena hubungan darah mungkin sebagai sesama warga Indonesia, jika bukan sebagai sesama warga Indonesia tentu tetap mungkin bersaudara sebagai sesama manusia.
PENGIRIM: Hakim Herlambang Afghandi, Guru Bimbingan dan Konseling SMA Darul Hikam Bandung