REPUBLIKA.CO.ID, Tanggal 17 Mei 2019 lalu diperingati sebagai Hari Buku Nasional. Bagi Indonesia, butuh 35 tahun pascaproklamasi kemerdekaan untuk mendirikan perpustakaan nasional. Perpustakaan ini merupakan simbol kesadaran suatu negara akan pentingnya literasi.
Eksistensi perpustakaan sayangnya tidak diimbangi dengan minat baca yang tinggi. UNESCO pada tahun 2012 mengungkapkan minat baca Indonesia hanya 0,001 persen atau dari seribu jiwa, hanya satu orang yang suka membaca.
Artinya, dari 265 juta penduduk, hanya 265 ribu orang yang punya minat baca. Secara teori, tentu ini ironi. Namun, secara praktik, antusiasme terhadap aktivitas membaca justru ditunjukkan oleh anak-anak di perdesaan.
Bagi mereka, membaca tergolong kegiatan mewah. Berbeda dengan anak-anak di perkotaan yang sebagian besar sudah teralihkan ke ponsel pintar. Tak kalah mengejutkan, minat baca di kalangan emak-emak juga merangkak.
Kini banyak bermunculan komunitas menulis yang anggotanya didominasi oleh ibu-ibu. Memuluskan aktivitas menulis mereka otomatis harus disokong dengan agenda-agenda membaca buku.
Dengan demikian, masih ada harapan memupuk minat baca melalui kesadaran berliterasi anak desa dan emak-emak bangsa.
Pengirim: Ilmi Mumtahanah, Konawe, Sulawesi Tenggara.