Lebaran meninggalkan pekerjaan rumah (PR) berupa noda di Hari Raya. Praktik gratifikasi di hari raya masih saja terjadi. Hal ini dilakukan oleh oknum tertentu demi mendapat kemudahan layanan tertentu. Sebagaimana terjadi pada lebaran yang baru berlalu.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima sebanyak 161 laporan gratifikasi terkait dengan Hari Raya Idul Fitri 1440 Hijriah sejak 14 Mei 2019 sampai 14 Juni 2019. "Jumlah ini meningkat 67 laporan dari jumlah laporan tanggal 10 Juni 2019 sejumlah 94 laporan. Dari tambahan 67 laporan tersebut terdapat satu laporan penolakan gratifikasi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (14/6). Dari segi nominal, jumlah laporan gratifikasi hingga 14 Juni 2019 mencapai Rp124.033.093
Modus suap berkedok parsel hari raya, bisa berupa makanan, perabotan, uang, fasilitas atau perjalanan wisata. Padahal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) jauh-jauh hari telah berpesan agar jajarannya menjauhi perbuatan ini. Maka dikeluarkanlah surat edaran Nomor 003.2/376/SJ ke jajaran Pemerintah Daerah.
Sayangnya hal ini masih terdapat di negeri dengan mayoritas muslim. Sementara Islam telah jauh-jauh hari membahas hal ini. Gratifikasi disebut juga dengan pelicin, sogok atau suap. Dalam Islam, gratifikasi disebut dengan risywah adalah: sesuatu yang diberikan untuk membatalkan kebenaran atau untuk menegakkan atau melakukan kebatilan (kepalsuan; kezaliman). [al-Mausû’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, 22/219]
Risywah termasuk dosa besar, dan Allah melaknat pelaku dan penerima suap. Sekalipun fenomena tersebut marak terjadi di negeri ini, akan tetapi kita harus menghindari. Islam telah memberi tuntunan.
Maka sudah saatnya umat kembali kepada ajaran yang benar, untuk menyelamatkan bangsa dan negara ini dari berbagai tindakan kemungkaran yang akan merugikan umat. Jika seluruh jajaran pemerintahan bertakwa dan takut pada Allah, maka kesejahteraan umat akan dengan mudah tercapai. Wallahu'alam.
*Lulu Nugroho, Muslimah Penulis dari Cirebon