Apa yang terjadi dengan bangsa ini ketika anak-anak menjadi kurir narkoba? Episode lanjutan dari desa narkoba. Desa-desa di berbagai wilayah di negeri ini yang banyak memiliki kasus narkoba. Di desa narkoba, para ibu menjadi penghubung penjualan barang haram tersebut. Kini rupanya bukan hanya para ibu, anak-anak pun menjadi pelaku.
Ternyata motif di balik perbuatan mereka adalah uang. Sungguh sulit dibayangkan ketika anak-anak ingin mendapat uang dalam jumlah besar secara instan. Betapa tidak, sebagai kurir bisa mendapatkan Rp10 juta jika mau membawa lima kilogram sampai tujuh kilogram narkoba. Sedangkan jika membawa 10 kilogram, dia bisa mendapatkan Rp 20 juta.
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati mengatakan anak memang rentan disalahgunakan sebagai kurir narkoba. Bahkan anak yang telah ditahan di Lembaga Perlindungan Khusus Anak Tangerang, ketika ditanya apakah masih mau hidup secara baik, ternyata dia masih ingin menjadi kurir narkoba setelah keluar nanti.(Republika.co.id, 28/6/2019)
Sementara penguasa pusat dan daerah dengan berbagai aparatnya telah melakukan antisipasi. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) memberikan pelatihan untuk menjadikan desa bersih dari narkoba.
Pelatihan ini diberikan untuk bisa memberikan edukasi kepada masyarakat desa dalam rangka mendorong dan mendukung program BNN, yaitu Desa Bersinar (bersih dari narkoba). Pelatihan dilakukan di Balai Latihan Masyarakat (BLM). (Detik.com, 21/2/2019).
Kepala BNN menambahkan, desa-desa bersih narkoba yang sudah dibentuk nantinya akan menerapkan kearifan lokal masing-masing dalam memerangi peredaran dan penyalahgunaan barang terlarang tersebut. Kearifan lokal tersebut juga akan mengatur sanksi adat bagi mereka menggunakan narkoba. Serta menyosialisasikan program antinarkoba oleh tokoh masyarakat. (Antaranews, 11/4/2019).
Tapi rupanya hal ini belum menyentuh akar permasalahan. Persoalan ini terus bergulir. Jika tidak ditindaklanjuti dengan tegas, maka negeri ini akan kehilangan aset bangsa yang berharga. Anak-anak adalah pemegang tongkat estafet kebangkitan umat. Di pundak merekalah beban kebangkitan umat diletakkan.
Perlu melindungi anak-anak dari mulai tatanan terkecil yaitu keluarga, masyarakat hingga penguasa. Menutup seluruh celah 'serba boleh' , konsumtif dan hedonisme. Gaya hidup ala Barat, dengan materi sebagai tujuan kebahagiaannya. Hingga akhirnya rela menempuh cara apapun demi mendapat kebahagiaan.
Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu berkata,
عرضنيرسولاللهصلىاللهعليهوسلميومأحدفيالقتال. وأناابنأربععشرةسنة. فلميجزني. وعرضنييومالخندق،وأناابنخمسعشرةسنة. فأجازني.
”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam menunjukku untuk ikut serta dalam perang Uhud, yang ketika itu usiaku empat belas tahun. Namun beliau tidak memperbolehkan aku. Dan kemudian beliau menunjukku kembali dalam perang Khandaq, yang ketika itu usiaku telah mencapai lima belas tahun. Beliau pun memperbolehkanku”.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menganggap masih terlalu kecil untuk turut dalam perang uhud, di antara mereka yaitu Zaid bin Haritsah, Barra’ bin Azib, Zid bin Arqam, Sa’ad, Abu Sa’id Al-Khudriy, Abdullah bin Umar dan disebut juga Jabir bin Abdillah. Bahkan Umair bin Abi Waqqash, meninggal pada perang Badr di usia 16 tahun.
Suasana keimanan yang tinggi akan berpengaruh pada umat. Di masa Rasulullah shollallaahu alaihi wassalam, anak-anak mendapatkan pendidikan kualitas terbaik. Masa muda mereka diwarnai dengan semangat membela agama Allah. Tidak ada waktu yang terbuang sia-sia, kecuali untuk kemuliaan Islam.
Oleh sebab itu, orang tua harus menjaga anak. Memberi pendidikan yang baik, lingkungan yang kondusif untuk tumbuh kembang anak. Begitu pula halnya dengan penguasa bertanggung jawab mengembalikan umat pada kehidupan bermasyarakat dengan berpedoman pada aturan Allah. Agar tumbuh aktivitas prestasi di tengah umat yang ditujukan hanya untuk mendapat rida Allah. Wallahu 'alam.
Pengirim: Lulu Nugroho, Muslimah Penulis dari Cirebon