Rabu 14 Aug 2019 16:14 WIB

Polemik Sampah, Keimanan dan Hobi Saling Kritik

Polemik sampah tidak akan selesai dengan perdebatan dan saling kritik

Sejumlah warga memilah sampah di Tempat Penampungan Sampah Sementara kawasan Koja, Jakarta, Selasa (6/8/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Sejumlah warga memilah sampah di Tempat Penampungan Sampah Sementara kawasan Koja, Jakarta, Selasa (6/8/2019).

Sampah menjadi polemik. Ramai diperbincangkan karena menyasar orang nomor satu di Jakarta, Anies Baswedan. Menimbulkan pro-kontra. Tak sedikit yang menganggap polemik sampah sebagai tanda kegagalan sang gubernur memimpin Ibu kota. Bahkan sempat dibanding-bandingkan dengan Walikota Surabaya. 

Diperuncing dengan besarnya pembiayaan yang dikeluarkan jauh lebih besar dibanding biaya dikeluarkan pemkot Surabaya dalam mengurus pengelolaan sampah. Padahal di Surabaya hasilnya lebih optimal. Meski sudah diklarifikasi angka sebenarnya, namun perdebatan di ruang publik tidak jua mereda. 

Jika melihat fakta, permasalahan sampah merupakan permasalahan yang kompleks. Melibatkan banyak penyebab. Mulai dari regulasi yang kurang memadai terkait sampah dan pengolahannya. Minimnya peran serta masyarakat, berakar dari perilaku buruk yang belum bisa dirubah. Inovasi sampah yang kurang digalakkan oleh pemerintah kota maupun pusat. 

Hingga payung hukum berupa sangsi tegas yangbelum ditegakkan. Karenanya, menimpakan permasalahan sampah dengan menyalahkah sang gubernur sepenuhnya, tentu bukan sikap bijak.

Semua pihak harus duduk bersama untuk mencari solusi. Ada banyak langkah yang bisa dilakukan oleh masing-masing pihak. Misalnya, pemerintah dengan seluruh regulasinya yang dibuat komprehensif, berikut inovasi-inovasi pengelolaan sampah yang musti disosialisasikan kepada masyarakat. 

Namun di luar itu semua, permasalahan sampah sesungguhnya memiliki satu titik mendasar yaitu keimanan. Karena permasalahan sampah terkait erat dengan pemahaman kebersihan. Dalam Islam, kebersihan adalah sebagian dari iman. Hal ini menuntut untuk dilakukan setiap individu muslim. Pemeluk agama lain, tentu memiliki pedoman yang serupa meski tak sama. 

Menciptakan suasana yang dapat meningkatkan ketakwaan masyarakat menjadi solusi mendasar yang bisa ditempuh oleh pemerintah. Karena agama menjadi benteng berperilaku, termasuk perilaku terhadap sampah. Jika pemahaman agamanya kuat, maka perilaku menjaga kebersihan, termasuk membuang sampah secara benar dan teratur, akan membudaya secara kuat juga. Alangkah ngawurnya ketika agama dijauhkan dalam kehidupan (sekularisme) seperti sekarang ini, karena justru kondisi itu melahirkan kerusakan-kerusakan perilaku dalam hal kecil atau besar, termasuk perilaku mengesampingkan kelestarian lingkungan. 

Ditambah dengan peraturan teknis yang dibuat untuk memudahkan masyarakat berdisiplin mengelompokkan sampah, penanggulangan sampah akan terasa lebih mudah. Permasalahan sampah, sesungguhnya permasalahan bersama. Masyarakat dan pemimpin harus saling berkerja sama. Pemerintah memberikan regulasi dan fasilitasnya dengan baik. Masyarakat menyokong dan tidak asal mengkritik.

Pengirim: Ummu Syaqieb, 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement