Belum lama ini Indonesia bahkan dunia berduka atas meninggalnya ilmuwan Muslim kelahiran Indonesia. Kepergian beliau yang juga pernah menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia ke tiga ini menyisakan duka tersendiri di hati umat. Berbagai ungkapan kehilangan bertebaran di dunia maya.
Bahkan segala hal tentang beliau sempat menjadi trending topic. Dari mulai jagat Twitter, Youtube, hingga Wikipedia. Beliau adalah salah satu putra terbaik Nusantara.
Dilahirkan di tengah keluarga Muslim yang taat menjadikannya sebagai sosok jenius yang tetap berpegang pada nilai-nilai Islam. Berkat kejeniusan yang Allah Swt karuniakan dalam dirinya, almarhum Baharudin Jusuf Habibie berhasil mencetuskan teori keretakan pesawat.
Temuan tersebut menjadi sumbangsih terbesar bagi umat. Pasalnya, temuan profesor berdarah Gorontalo tersebut mampu mengantisipasi kecelakaan dengan meningkatkan faktor keselamatan penerbangan. Di era itu industri pesawat terbang dihadapkan pada kebuntuan karena adanya kerusakan pesawat yang kerap tidak terdeteksi.
Keretakan terjadi akibat fatigue atau kelelahan pada struktur pesawat yang tak terlihat. Akibatnya, angka kecelakaan pesawat terhitung tinggi. Selama berada di Jerman, Habibie secara tekun mengembangkan temuannya tersebut yang kemudian dikenal dengan sebutan 'Teori Habibie' dan 'Metode Habibie'. Teori temuannya tersebut telah dipatenkan dan diadopsi untuk kemajuan teknologi kedirgantaraan. (cnnindonesia.com)
Sementara itu, dunia hari ini mengenal penemu pesawat terbang adalah Wright bersaudara. Padahal, Wright bersaudara yang berdarah Amerika ini sejatinya hanya menyempurnakan penemuan dari penemu sebelumnya, yakni Abbas Ibnu Firnas.
Abbas Ibnu Firnas merupakan ilmuwan Muslim berdarah Spanyol yang hidup di masa kekhilafahan Bani Umayah. Ia hidup pada abad ke-9 Masehi. Kaum Muslimin di masa itu tengah gandrung dengan ilmu kedokteran dan kimia. Sementara Abbas Ibnu Firnas mencoba sesuatu yang baru, aerodinamika.
Abbas Ibnu Firnas adalah seorang Muslim yang taat. Hal ini terbukti dari sumber inspirasi penemuannya. Cikal bakal pesawat terbang yang ia temukan merupakan hasil perenungan terhadap salah satu firman Allah Swt dalam al-Quranul Karim,
"Dan apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu." (TQS.Al-Mulk:19)
Selain Abbas Ibnu Firnas, Islam juga masih memiliki banyak ilmuwan Muslim yang berkontribusi besar bagi peradaban manusia hingga detik ini. Nama dan sumbangsih mereka tercetak indah dalam sejarah emas peradaban.
Di bidang kedokteran, kaum Muslimin mempunyai Ibnu Sina atau masyarakat Barat menyebutnya Avicenna. Ia salah satu orang pertama yang mengenalkan kedokteran eksperimental. Salah satu kitab yang beliau tulis berjudul al-Qanun fi at-Tiib (Aturan Pengobatan) menjadi buku teks standar bagi siapapun yang ingin belajar kedokteran. Sekolah kedokteran Eropa mengandalkan terjemahan Latin kitab ini sampai abad ketujuh belas. Karya terbesar Ibnu Sina ini bukan sekedar buku panduan tentang penyakit umum dan pengobatannya. Kitab ini merupakan ensiklopedia medis yang lengkap.
Di bidang fisika, ada Ibnu al-Haytham yang berasal dari Irak. Ia hidup di masa kekhilafahan Bani Abbasiyah. Ibnu al-Haytham berhasil mematahkan teori tentang cahaya yang dikemukakan oleh Ptolomeus. Selain menulis buku tentang optik, ia juga merancang kamera Obskura yang merupakan cikal bakal kamera saat ini.
Di bidang matematika, kaum Muslimin memiliki ilmuwan besar Muhammad bin Musa al-Khawarizmi. Atau yang lebih dikenal dengan al-Khawarizmi. Ia merupakan keturunan Persia yang hidup pada 780 sampai 850 Masehi.
Salah satu kontribusi terbesarnya adalah penggunaan sistem angka India dan penyebaran informasinya. Sebab saat itu, di berbagai tempat masih lazim menggunakan sistem angka Romawi dengan berbagai keterbatasannya. Selain itu, al-Khawarizmi juga merupakan penemu angka 0 (nol) yang di kemudian hari memiliki peranan penting dalam matematika.
Selain para ilmuwan Muslim yang telah disebutkan di atas. Islam pun masih memiliki banyak ilmuwan lain yang juga telah memberi kontribusi besar bagi peradaban manusia hingga detik ini. Lantas, hal apakah yang mendorong para ilmuwan Muslim tersebut hingga tetap semangat dalam belajar dan melakukan penelitian?
Hal utama yang mendorong mereka untuk terus semangat dalam belajar dan melakukan penelitian adalah ridha Allah Swt. Sebab Islam menganggap aktivitas menuntut ilmu dan meneliti sebagai ibadah yang akan mendatangkan keridhaan Allah Yang Maha Pencipta.
Ada begitu banyak dalil dalam al-Quran maupun al-Hadits yang menyinggung tentang keutamaan ilmu dan para penuntutnya. Bahkan wahyu yang pertama kali turun kepada Rasulullah Saw. berkaitan dengan ilmu.
Literatur ilmiah dari Masa Keemasan Islam pun biasanya dimulai dengan ayat al-Quran yang memang menjadi pendorong utama bagi kaum Muslim untuk menuntut ilmu. Selain itu, adanya dukungan penuh dari negara juga menjadi faktor yang sangat berpengaruh bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada masa tersebut.
Negara Islam yang menjadikan al-Quran dan as-Sunnah sebagai asas pemerintahan serta perundang-undangan mampu mengantarkan manusia pada taraf kehidupan yang maju dan gemilang. Bahkan, menjadi pemimpin peradaban dunia.
Maka, satu-satunya cara jitu untuk mencetak secara massal ilmuwan Muslim adalah dengan kembali pada aturan Islam. Menjadikan al-Quran dan as-Sunnah bukan hanya sekadar sebagai bacaan juga hafalan. Namun, juga mengaplikasikannya dalam seluruh sendi kehidupan.
Pengirim: Agi Bella Vania, Aktivis Penulis Bela Islam, Member Akademi Menulis Kreatif, dan Pendidik Generasi.