Selasa 08 Oct 2019 17:29 WIB

RUU Bermasalah, Siapa Salah?

Revisi UU menjadi bukti permasalahan tak mampu terselesaikan

Menkumhan Yasonna Laoly berjabat tangan dengan Wakil Ketua DPR selaku Pimpinan Sidang Fahri Hamzah usai menyampikan pandangan akhir pemerintah terhadap revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta,Selasa (17/9).
Foto: Republika/Prayogi
Menkumhan Yasonna Laoly berjabat tangan dengan Wakil Ketua DPR selaku Pimpinan Sidang Fahri Hamzah usai menyampikan pandangan akhir pemerintah terhadap revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta,Selasa (17/9).

Bukan hanya sekali masyarakat digegerkan dengan munculnya RUU yang dinilai bermasalah. Bahkan selama ini, sebagian yang disahkan menjadi UU pun tak sedikit yang akhirnya menambah masalah. Revisi UU menjadi bukti permasalahan tak mampu terselesaikan. Jika demikian siapa lantas yang salah?

RUU bermasalah dalam sistem demokrasi menjadi hal yang niscaya terjadi. Pasalnya, dalam demokrasi RUU lahir dari buah pikir manusia yang terbatas. Tak mampu menganalisa permasalahan secara menyeluruh tanpa dibekali petunjuk. 

Selain itu, sedikit banyak pola pikir manusia dipengaruhi oleh hawa nafsu yang hanya menginginkan keuntungan bagi dirinya semata. Oleh karenanya tak heran jika RUU yang selama ini dibuat bahkan yang sudah di sahkan menjadi UU, tidak mampu memberikan solusi. Sebaliknya justru kerap menimbulkan permasalahan baru.

Separuh abad lebih negeri ini berdiri dengan aturan sendiri yang tak kunjung meraih keadilan dan ketentraman, harusnya mampu membuka mata kita. Sejatinya manusia sampai kapanpun tidak akan bisa mengatur kehidupannya sendiri. Ibarat teknologi hasil ciptaan manusia, maka hanya penciptanyalah (manusia) yang mampu mengatur bagaimana teknologi itu harusnya digunakan.

Sebab teknologi itu tidak mungkin mampu mengatur dirinya sendiri. Demikian halnya manusia sebagai makhluk ciptaan, tidak akan mampu mengatur kehidupannya sendiri dengan benar. 

Butuh petunjuk yang datang dari Penciptanya agar manusia menjalani kehidupannya pada jalan yang benar. Dengan demikian, manusia harusnya berhenti bersikap angkuh ingin mengatur hidupnya sendiri, sebaliknya kita harus kembali tunduk mengambil aturan dari Allah swt.

Wa Allahu 'alam bi ash showab

Pengirim: Lukluk il maknuun, Bogor

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement