Senyum sumringah nampak menghiasi wajah elit politik di negeri ini, tatkala nama mereka disebut oleh presiden. Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Yaitu pengumuman nama-nama menteri dalam pemerintahan periode 2019-2024.
Sebagaimana diberitakan CNN Indonesia-Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin telah mengumumkan susunan menteri dalam kabinet yang akan membantunya menjalani roda pemerintahan periode 2019-2024. Mereka mengumumkan di Istana Negara, Rabu pagi (23/10).
Ada beberapa menteri yang kembali menjabat, dan banyak nama-nama baru di Kabinet Indonesia Maju. Inilah fakta politik demokrasi, yang awalnya ada elit berseberangan, namun kini bisa duduk bersama.
Yang dahulu saling sikut menyikut, kini bisa ‘guyub’ karena mempunyai kepentingan yang sama. Memang benar, dalam demokrasi tidak ada kawan yang abadi, yang ada adalah kepentingan yang abadi.
Disisi lain, masyarakat harap-harap cemas memikirkan nasibnya kedepan. Akankah kehidupan ‘wong cilik’ semakin membaik? Ataukah justru semakin sengsara karena terhimpit bertubi-tubi masalah yang tak kunjung usai.
Sederet pekerjaan rumah pun sudah menanti untuk diselesaikan oleh pemerintahan yang baru. Ada bencana karhutla yang terjadi tiap tahun, ancaman disintegrasi di beberapa wilayah, tingginya beban masyarakat baik untuk biaya kesehatan ataupun pendidikan, kekayaan SDA yang dikuasai asing dan swasta sehingga tidak bisa digunakan untuk mensejahterakan seluruh rakyat, dan masih banyak PR yang lainnya. Akankah pemerintahan yang sekarang bisa menuntaskannya?.
Saat ini begitu banyak orang yang bangga ketika mendapatkan jabatan dan kekuasaan. Padahal, jabatan dan kekuasaan adalah amanah. Dimana amanah ini kelak akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah Ta’ala.
Ada banyak cerita nyata kepemimpinan Islam, yang seharusnya kita teladani dalam menapaki kehidupan saat ini. Diantaranya kisah teladan dari Khalifah Harun ar-Rasyid yang pada suatu malam menemui Fudhail bin Iyadh (tokoh terkemuka dari generasi tabi’ut tabi’in). Saat pintu rumah Ibnu Iyadh dibuka, Khalifah menyalami tuan rumah, yang spontan berkata, “Api nerakalah untuk tangan halus ini jika ia tidak selamat dari azab pada Hari Kiamat nanti”.
Ia melanjutkan, “Amirul Mukminin, bersiap-siaplah engkau untuk menjawab pertanyaan Allah kelak. Sebab sesungguhnya Allah akan menghadapkanmu kepada setiap Muslim atas kebijakanmu terhadap masing-masing dari mereka”. Mendengar itu, sang Khalifah lantas menangis sejadi-jadinya dan menundukkan kepalanya.
Kisah menakjubkan lainnya bisa kita dapatkan dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Suatu hari, Umar bin Abdul Aziz beristirahat sebentar di rumah karena kelelahan seusai menjalankan amanah mengurusi rakyatnya. Melihat itu, putra sang Khalifah pun berkata “Apa yang membuat Ayah merasa aman?. Padahal kematian setiap saat bisa datang menjemput, sementara di luar mungkin masih ada orang yang membutuhkan Ayah”. Khalifah Umar menjawab “Engkau benar”. Kemudian Khalifah Umar pun bangkit dan pergi menemui rakyatnya. (Al-Ghazali, At-Tibr al-Masbuk fi Nashihah al-Muluk. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, halaman 23-54, 1988).
Bahkan, dalam kepemimpinan Islam, suatu jabatan tidak akan pernah menjadi lahan untuk memperkaya diri. Tengoklah kisah nyata yang mempesona dari Khalifah Umar bin Khaththab ra. Sebelum menjadi pemimpin, Umar dikenal termasuk golongan orang yang kaya. Namun, kondisinya berubah menjadi miskin saat menjadi Khalifah. Pernah suatu saat beliau agak terlambat menghadiri shalat Jumat di masjid. Yang membuat heran, ternyata alasan keterlambatan sang Khalifah karena terpaksa menunggu baju satu-satunya kering setelah dicuci.
Selain kisah mempesona di atas, dalam Tarikh al-Islam, II/388; dan Tahdzib at-Tahdzib, XII/267, kita bisa mengetahui bahwa sosok Umar bin Khaththab ra. terkenal sebagai penguasa yang sangat tegas, karena beliau membuat kebijakan untuk merampas harta para pejabatnya yang diduga kuat berasal dari jalan yang tidak benar.
Sungguh, saat ini rakyat benar-benar merindukan sosok-sosok pemimpin dan pejabat yang amanah dan mencintai seluruh rakyatnya. Sosok pemimpin yang mau menjadi pelayan umat dan mengurai benang kusut problematika umat yang semakin pelik.
Sebagai penutup, semoga hadist dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam ini bisa mengingatkan kita semua “Sungguh seburuk-buruk pemimpin adalah al-Huthamah (yang menzalimi rakyatnya dan tidak menyayangi mereka)”. (HR. Muslim).
Pengirim: Dahlia Kumalasari, Pendidik di Surabaya