Babak baru penerapan revisi Undang-Undang Perkawinan 16/2019, dari UU 1/1974, tentang batas minimal usia pernikahan. Revisi hanya pada pasal 7 ayat 1 terkait usia minimal bagi calon pengantin pria dan wanita. Keduanya kini harus berumur 19 tahun.
Kementerian Agama (Kemenag) Kota Cirebon akhirnya menyosialisasikan UU tersebut setelah disahkan tanggal 14 Oktober 2019. Sehingga sejak 15 Oktober 2019 seluruh Kantor Urusan Agama (KUA) Kota Cirebon tidak bisa lagi menerima permohonan pencatatan pernikahan di bawah usia 19 tahun.
Maka calon pengantin di bawah usia tersebut, akhirnya memilih mengambil jalan nikah sirri, tanpa pencatatan. Atau meminta dispensasi ke Pengadilan Agama (PA). Proses yang panjang dan berliku, tujuannya untuk mempersempit pernikahan dini.
Kerusakan yang dialami generasi zaman now, ternyata hanya dianggap sebagai angin lalu. Seks bebas, pacaran, aborsi, putus sekolah, akibat pergaulan bebas dan arus liberalisasi yang menerjang tanpa kendali tidak dicarikan solusi sahih yang mengakar.
Mengatasi pernikahan dini dan seluruh persoalan yang.muncul karenanya, tidak cukup hanya dengan menaikkan usia pernikahan. Sebab kerusakan yang menimpa anak-anak negeri terjadi akibat penerapan sistem yang salah.
Sistem inilah yang telah membiarkan mereka berekspresi tanpa kendali agama, sehingga menjauhkan dari fitrah luhur manusia. Jika solusi untuk memperbaiki kerusakan masih diambil darinya, maka selamanya tidak akan mendapatkan jalan ke luar.
Menaikkan batas minimal usia pernikahan tanpa menutup pintu kebebasan, tidak akan menyelesaikan masalah. Jahit sudah, kelindan putus. Solusi tambal sulam tidak mampu menuntaskan permasalahan umat.
Padahal generasi muda adalah calon pemimpin bangsa. Jika di usia muda mereka habiskan waktu untuk aktivitas seputar pemenuhan gharizah nau atau nafsu birahi saja. Maka mereka tidak akan mampu memikirkan perkara kebangkitan umat. Saat membentuk keluarga pun jauh dari visi misi keluarga ideologis.
Oleh sebab itu kembalikan anak-anak bangsa ini pada agamanya yang sahih. Islam bukan hanya sebagai syariat dan akidah, juga berfungsi mualajah atau solusi bagi persoalan umat. Dalam Islam, remaja adalah agen perubahan. Mereka didorong untuk menjadi pemimpin.
Menutup seluruh konten porno, memberi kemudahan akses untuk mendapatkan pendidikan serta penerapan Islam dalam pengelolaan urusan umat adalah hal yang mampu memperbaiki kondisi negara. Wallahu 'alam.
Pengirim: Lulu Nugroho, Muslimah Penulis dari Cirebon.