Menikah adalah ibadah terlama yang dimulai sejak diucapkannya ijab kabul. Setiap pasangan mengharapkan rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah, saling menentramkan dan bekerja sama mewujudkan visi misi berumahtangga. Hal ini tersebut tidaklah mudah, butuh perjuangan dan pengorbanan serta ilmu yang memadai.
Islam mensyariatkan setiap muslim agar memiliki ilmu sebelum beramal. Agar amalnya menjadi amal shalih dan berbuah pahala. Termasuk untuk menikah. Setiap laki-laki dan perempuan mutlak membutuhkan pendidikan (ilmu) sebelum mengarungi rumah tangga agar rumah tangga tidak dibangun atas dasar hawa nafsu dan tegar menghadapi berbagai masalah keluarga.
Pasalnya tidak mudah mempertahankan keutuhan keluarga saat ini. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan kasus perceraian masih menjadi tantangan BKKBN dalam menjalankan program pembangunan keluarga.
Begitu pun dengan angka perceraian di Kabupaten Cirebon tergolong cukup tinggi. Dikutip dari radarcirebon hingga pertengahan bulan November, permohonan perceraian di Pengadilan Agama Kelas 1B Kota Cirebon telah mencapai 899 perkara. Bahkan dalam satu bulan, permintaan perceraian mencapai tujuh hingga delapan ratus. Hal itu disebabkan faktor ekonomi.
Beratnya problem finansial sebuah keluarga saat ini terjadi karena penerapan sistem hidup liberal yang telah melahirkan tata kelola masyarakat yang jauh dari ideal dan menentramkan. Sistem ekonomi yang lahir darinya terbukti sangat eksploitatif dan memiskinkan. Sehingga keutuhan keluarga pun terancam.
Kesiapan ilmu/pemahaman agama akan menjadi fondasi yang kuat bagi seseorang untuk mengarungi kehidupan rumah tangga. Ilmu ini hendaknya disiapkan sejak dini. Sehingga ketika seseorang telah mencapai masa baligh, ia siap dengan berbagai tanggung jawab sebagai seorang insan meski dihadapkan dengan berbagai problem hidup.
Maka pengadaan sertifikasi pranikah tidaklah cukup untuk memberikan pendidikan sebelum menikah. Bahkan tidak menyentuh akar persoalan penanggulangan stunting, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), juga tingginya angka perceraian.
Keluarga, masyarakat , dan negara bertanggungjawab memberikan edukasi pemahaman yang benar dan iman yang kuat agar tiap individu siap memikul tanggung jawabnya dan menggenapkan separuh ibadahnya dengan menikah. Aqidah, akhlak, dan syariah hendaknya menjadi bekal siapa pun yang ingin beramal agar tidak tersesat dalam hidup. Maka mengembalikan peran agama untuk mengatur kehidupan adalah solusi atas berbagai persoalan hidup dan masyarakat yang terjadi saat ini.
Pengirim: Titis Afri Rahayu, ibu dan pendidik dari Cirebon