Sejak Pemerintahan Kabinet Indonesia Maju dimulai, berbagai isu problematika negeri mulai menunjukkan kegoncangan dan keresahan masyarakat akibat berbagai perubahan kebijakan diterapkan. Masuk pada pasca pemilu kemarin, kembali kabinet Indonesia Maju berada diatas angin atas kemenangan "mutlak" yang diraihnya.
Belum adanya perubahan kondisi perekonomian rakyat Indonesia di periode pertama, justru mereka membuat lagi tindakan yang mengundang pro dan kontra masyarakat dari pemimpin dan wakil pemimpin negeri ini yaitu terkait pengangkatan Stafsus Milenial.
Berbagai kalangan pengamat sosial dan politik juga ikut ambil bagian dalam memberikan kritisi atas pengangkatan yang dianggap kurang tepat saat ekonomi rakyat masih terpuruk. Seperti masaalah stunting, kesehatan masyarakat dengan BPJS nya, korupsi yang merajalela, dan berbagai isu-isu yang ada di masyarakat saat ini.
Adanya aroma kurang sedap dalam pengangkatan stafsus ini seakan dominasi politik oligarki sedang dijalankan. Stafsus presiden dari kalangan milenial bukan hanya kontroversial karena gaji yang fantastis dengan tugas pokok dan fungsi yang masih belum definitif.
Mereka diangkat dengan latarbelakang partai dan sosok konglomerat penyokong kampanye Pilpres terpilih saat ini. Maka publik lebih melihat pengangkatan ini sebagai fenomena makin menguatnya politik oligarki di penerintahan yang notabene tidak akan pernah berpihak pada kepentingan dan kesejahteraan rakyat.
Oligarki adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer. Cara-cara licik dan zalim seperti ini tidak sesuai dengan tujuan negara Indonesia sejak berdirinya.
Padahal Islam telah mencontohkan satu penerintahan terbaik yang pernah ada. Saat Daulah Islam tegak selama ratusan tahun lamanya, awal Rasulullah menjadi seorang pemimpin negara, beliau selalu menunjuk para pembantu pemimpin negara sesuai dengan keahlian dan profesionalitasnya.
Rasulullah SAW bersabda:
"Jika amanat telah di sia-siakan , tunggu saja kehancuran akan terjadi". Ada seorang sahabat bertanya, "bagimana maksud amanat di sia-siakan?" Nabi menjawab": "jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu" (Bukhari - 6015). Wallahu a'lam bishawab.
Pengirim: Desi Wulan Sari