Ahad 25 Sep 2016 06:00 WIB

Paradoks Dunia Simulacra

Red: Maman Sudiaman
KH Haedar Nashir (Ilustrasi)
Foto: Republika/Da'an Yahya
KH Haedar Nashir (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Publik dibikin jengah. Beredar di media sosial olok-olok pada lembaga pemberantasan korupsi. Uang seratus juta yang diberikan polisi untuk keluarga Siyono dianggap bukan korupsi karena di bawah satu miliar. Tapi untuk jumlah uang yang sama, seorang petinggi negeri ditangkap tangan dengan pasal tindakan korupsi. Semoga itu hanya satire, bukan sungguhan.

Satire sosial juga menyeruak ketika pendaftaran Pilkada hari-hari terakhir ini. Ketika calon kepala daerah yang selama ini ditengarai publik lebih akrab dengan dunia kapital dan menggusur rakyat jelata dari tempat tinggal dan kehidupannya, malah diusung kekuatan yang selama ini menyuarakan nasib wong cilik. Ratna Sarumpaet dan kawan-kawan mendatangi KPU Pusat, serta sekelompok orang berdemo, menentang pencalonan itu karena sang calon dianggap membawa masalah di daerahnya. Khalayak resah bertanya lirih, ada apa dengan dunia politik di negeri ini?

Publik dibikin (harus) terpesona dengan gaya kepemimpinan seseorang ketimbang apa yang sejati dilakukannya. Jika Anda ceplas-ceplos, terbuka, dan tonjok sana-sini, maka itulah pemimpin hebat, tegas, antikorupsi, dan pendobrak. Tak perlu disoal rekam jejak politik dan kebijakannya secara aktual. Media massa dan media sosial pun mempromosikan pemimpin akrobatik ini. Manakala ditanya, apa sesungguhnya kesuksesan sang pemimpin? Semua menjadi absurd laksana dunia simulasi!