Kamis 21 Nov 2019 15:59 WIB

Dilema Sekolah Rumah Tunggal

Orang tua harus selayaknya menjadi guru profesional di sekolah rumah tunggal.

Sekolah rumah atau home schooling (ilustrasi)
Foto: kpm
Sekolah rumah atau home schooling (ilustrasi)

Untuk mendapat pendidikan memang tidak harus datang ke sekolah. Orang tua dapat mendidik anaknya sendiri di rumah. Istilah kerennya home school atau sekolah rumah.

Sekolah rumah adalah proses layanan pendidikan yang secara sadar dan terencana dilakukan oleh orang tua atau keluarga di rumah atau tempat lain dalam bentuk tunggal, majemuk, dan komunitas. Demikian menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor 129 Tahun 2014 tentang Sekolah Rumah

Menurut Permendikbud ini, untuk mengadakan sekolah rumah itu gampang. Untuk sekolah rumah jenis tunggal, orang tua hanya perlu ke Dinas Pendidikan membawa beberapa persyaratan.

Menurut Pasal 6 Permendikbud Nomor 129 Tahun 2014, persyaratan yang dimaksud antara lain; 1) Identitas diri orang tua dan peserta didik, 2) Surat pernyataan kedua orang tua yang menyatakan bertanggung jawab melaksanaan pendidikan di rumah, 3) Surat pernyataan peserta didik telah berusia 13 (tiga belas) untuk bersedia mengikuti pendidikan dan 4) dokumen program sekolah rumah berupa rencana pembelajaran.

Tertarik dengan sekolah rumah tapi ragu apakah ini legal ? Jangan kuatir. Negara mengakui jenis sekolah ini setara dengan lembaga pendidikan formal. 

Pasal 4 Permendikbud di atas menyatakan hasil pendidikan sekolah rumah diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. Jadi jelas, berdasarkan Permendikbud ini sekolah rumah itu sah.

Yang perlu diperhatikan, dalam sekolah rumah tunggal, orang tua adalah guru yang harus menjalankan tugas utama pendidik profesional. Sesuai UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, tugas utama yang dimaksud adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi. Berikut ini rinciannya.

Pertama, orang tua harus mendidik. Artinya mereka harus bisa menanamkan nilai-nilai karakter positif dalam pembiasaan dan keteladanan. Tujuannya mencetak anak jadi manusia cerdas secara moral. Ini harus dilakukan karena makna kata mendidik adalah memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak.

Kedua orang tua harus mengajar yang artinya memberi pelajaran. Pelajaran harus sesuai kurikulum sekolah. Menurut Pasal 7 Permendikbud yang diresmikan mantan Menteri Pendidikan, Muhamad Nuh ini kurikulum yang diterapkan sekolah rumah mengacu kurikulum nasional. 

Ketiga, orang tua harus membimbing yang artinya menuntun, memberi petunjuk, mengasuh dan memberi penjelasan. Dengan demikian mereka harus bisa memberi penjelasan rinci jika sang anak bertanya tentang materi belajar yang belum dipahaminya. Caranya dengan memberikan petunjuk dan arahan. Dengan kata lain orang tua harus telaten, ulet dan sabar.

Keempat, orang tua harus mengarahkan. Artinya mereka harus bisa menunjukkan hal-hal positif yang bisa didapatkan anak dari materi pelajaran. Mereka harus bisa memberikan petunjuk dalam memanfaatkan ilmu dalam keseharian.

Kelima, orang tua harus melatih. Dalam kaitan ini mereka harus menanamkan nilai-nilai pembiasaan dengan tujuan anak dapat melakukan sesuatu dengan mandiri dan jiwa disiplin.

Keenam, orang tua harus menilai. Kata menilai artinya memperkirakan, menghargai, dan memberi nilai (angka). Jadi apapun hasil pekerjaan anak harus dihargai. Salah satu bentuknya dengan memberi nilai berupa angka.

Ketujuh, orang tua harus mengevaluasi yang artinya memberikan penilaian terus-menerus. Makna tersirat dari terus menerus adalah ketelatenan dalam memantau anak secara rutin. Jadi bukan berarti jika sudah memberikan nilai maka tugas selesai. Mereka tetap harus terus memantau perkembangan anak.

Demikian tugas orang tua dalam sekolah rumah tunggal. Yang perlu dipertanyakan apakah mereka mampu melaksanakan semua itu sementara mereka juga harus bekerja mencukupi kebutuhan ?

Bagi orang tua yang ekonominya di atas rata-rata mungkin ini bukan hal besar. Mereka bisa membayar guru privat untuk menggantikan tugas yang harusnya mereka laksanakan. Konsekuensinya tentu biaya operasional sekolah rumah pasti jauh melampaui sekolah reguler. 

Hanya saja yang perlu jadi pertimbangan adalah perkembangan anak. Dalam sekolah rumah tunggal umumnya anak kurang bersosialisasi dengan dunia luar. Salah satu efeknya anak jadi kesepian.

Penelitian menyebutkan kesepian tak hanya berbahaya bagi mental seseorang tapi juga fisik. Orang yang kesepian lebih lemah dan rentan terserang penyakit.

Hal tersebut dibuktikan oleh penelitian dari University of Chicago dengan memeriksa sampel urin dan juga darah dari 141 partisipan. Para peneliti menemukan bahwa tingkat kesepian yang tinggi memiliki tingkat norepinefrin, yakni  berfungsi mengubah jumlah sel darah putih dalam sistem tubuh. Tingkat norepinnefrin yang tinggi inilah yang membuat penurunan daya tahan tubuh terhadap infeksi, flu, dan lainnya.

Memang secara konseptual tujuan yang ingin dicapai dalam sekolah rumah cukup rasional. Pasal 2 Permendikbud Nomor 129 Tahun 2014 menyebutkan sekolah rumah diselenggarakan dengan tiga tujuan. 

Pertama, pemenuhan layanan pendidikan dasar dan menengah yang bermutu bagi peserta didik yang berasal dari keluarga yang menentukan pendidikan anak. 

Kedua, melayani peserta didik yang memerlukan pendidikan akademik dan kecakapan hidup secara fleksibel untuk meningkatkan mutu kehidupan.

Ketiga, pemenuhan layanan pendidikan yang secara sadar, teratur, dan terarah dengan mengutamakan untuk menumbuhkan dan menerapkan kemandirian dalam belajar.

Semua tujuan di atas indah, namun dipastikan seribu satu saja yang mampu menyelenggarakan sekolah rumah terutama jenis tunggal. Ini sudah terbukti dalam  film yang dibintangi Ari Irham, Nikita Wily, Rachel Amanda, Calvin Jeremy, dan Tarra Budiman. Apalagi kalau bukan film Terlalu Tampan. 

Dalam film itu ternyata orang tua gagal menyelenggarakan sekolah rumah tunggal. Mereka menyerah dan akhirnya mempercayakan pendidikan anak pada sekolah regular. 

Demikianlah sekolah rumah tunggal. Sampai sekarang masih menjadi dilema besar yang belum terpecahkan. Walau secara konsep bagus ternyata hanya seribu satu yang dapat melakukannya.

Pengirim: Ilham Wahyu Hidayat, Guru di SMP Negeri 11 Malang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement