Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ida Wahyuni

Malang Halal City, Apa Salahnya?

Politik | Saturday, 12 Feb 2022, 19:49 WIB

Malang Halal City, apa salahnya?

Malang dikenal sebagai kota bunga, kota wisata, kota pendidikan, juga kota yang layak dituju karena prospek bisnis yang ditawarkan. Bisnis perumahan, bisnis apartemen, bisnis kos – kosan, sampai bisnis pariwisata.

Fenomena kota Malang yang memiliki daya tarik ini membuat pemerintah kota terus berbenah, fasilitas umum diperbaiki, dan terus berusaha menunjukkan eksistensinya untuk mewujudkan wilayahnya menjadi destinasi wisata halal.

Konsep pariwisata halal itu sendiri, sebagai bentuk fasilitas bagi wisatawan agar lebih mudah mencari tempat – tempat halal di kota Malang. Misalnya saja berkaitan dengan kuliner, perhotelan, dsb. Wali Kota Malang Sutiaji mengatakan, konsep wisata halal ini yang menjadi salah satu prioritas untuk terus dikuatkan di Kota Malang. Nantinya, setiap jasa industri, hingga restoran akan ditandai sertifikasi halal. “ Malang halal ini terus kita kuatkan, ini komitmen kita”, ujarnya. (MalangTimes.com/28 Februari 2021).

Konsep ini sangat wajar sebenarnya, mengingat mayoritas penduduk kota Malang adalah muslim, dan wisatawan yang mungkin berdatangan dari luar kota atau bahkan luar negeri juga pasti ada yang muslim, di mana mereka membutuhkan kenyamanan dan jaminan bahwa apa yang mereka nikmati dan mereka konsumsi di kota malang adalah jasa atau produk yang halal.

Menjadi aneh bila ada yang mengkhawatirkan akan timbul sentimen karena pemaknaan halal itu, seperti yang disampaikan Habib Syakur “Arogansi Walikota Malang ini harus dipertanyakan oleh Bapak Mendagri, arogansi ingin mewujudkan Malang Kota Halal. Bapak Mendagri harus mempertanyakan maksudnya apa? Saya khawatir timbul sentimen karena pemaknaan halal itu, jangan sampai dikaitkan dengan syariat Islam”. Menurutnya seharusnya Sutiaji mewujudkan serta memperjuangkan Malang sebagai kota toleransi. Mengingat masyarakat kota Malang sangat plural dan majemuk. Habib Syakur menegaskan, tidak ingin kota Malang menjadi kota terbelakangg dan tertutup akibat pelabelan Halal City tersebut. (https://kronologi.id/2022/02/07/malang -halal-city-picu-polemik-habib-syakur-mendagri-harus-panggil-wali-kotanya).

Aneh bukan? Apa hubungannya dengan toleransi? Siapa yang akan sentimen? Pelabelan Malang Halal City tidak akan mengusik toleransi, mereka yang tidak peduli akan status halal tidak akan terganggu, justru bila mereka adalah pelaku bisnis dan mereka ingin produknya laku dan diminati oleh konsumen muslim maka mereka harus memperhatikan kehalalan produknya.

Dari Abu ‘Abdillah Nu’man bin Basyir ra berkata : Aku mendengar Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya yang halal itu telah jelas dan yang haram pun telah jelas pula. Sedangkan di antaranya ada perkara syubhat (samar – samar) yang kebanyakan manusia tidak mengetahui (hukum)nya. Barang siapa yang menghindari perkara syubhat (samar – samar), maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang jatuh ke dalam perkara yang samar – samar, maka ia telah jatuh ke dalam perkara yang haram. Seperti penggembala yang berada di dekat pagar larangan (milik orang) dan dikhawatirkan ia akan masuk ke dalamnya. Ketahuilah, bahwa setiap raja memiliki larangan ( undang – undang). Ingatlah bahwa larangan Allah adalah apa yang diharamkanNya. Ketahuilah bahwa di dalam jasad manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasadnya; dan jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati. ( Diriwayatkan oleh al Bukhari dan Muslim, dan ini adalah lafazh Muslim).

Demikianlah status halal adalah sesuatu yang penting bagi seorang muslim, karena menyangkut perintah dan larangan Allah SWT. Sebagai muslim, kita diperintahkan untuk mengerjakan dan mengkonsumsi yang halal, kita juga dilarang untuk mengerjakan atau mengkonsumsi sesuatu yang haram. Oleh karena itu mana yang halal dan mana yang haram itu harus jelas, tidak boleh samar. Tugas pemerintah atau penguasa adalah memastikan bahwa apapun yang beredar di masyarakat adalah sesuatu yang halal.

Hanya Islam yang memiliki standar tentang halal dan haram, jadi sudah sangat wajar bila standar Islam inilah seharusnya yang kita pakai, yang kita adopsi, yang kita jadikan tolak ukur, di manapun, kapanpun.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image