Senin 11 Jul 2022 11:02 WIB

AS-Rusia Bertengkar di DK PBB, Bantuan ke Suriah Terancam Dihentikan

Para diplomat belum mencapai kesepakatan dengan Rusia yang cekcok dengan AS

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Truk bantuan kemanusiaan untuk Idlib, Suriah. Para diplomat belum mencapai kesepakatan dengan Rusia yang bertengkar dengan Amerika Serikat (AS) atas kelanjutan bantuan untuk Suriah. Ilustrasi.
Foto: Anadolu Agency
Truk bantuan kemanusiaan untuk Idlib, Suriah. Para diplomat belum mencapai kesepakatan dengan Rusia yang bertengkar dengan Amerika Serikat (AS) atas kelanjutan bantuan untuk Suriah. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK - Sebuah mandat Dewan Keamanan (DK) PBB untuk operasi pengiriman bantuan kepada sekitar empat juta orang di Suriah dari Turki berakhir pada Ahad (11/7/2022) dan tidak dapat dilanjutkan. Hal itu disebabkan karena pemungutan suara pada Ahad tidak bisa dilakukan setelah para diplomat belum mencapai kesepakatan dengan Rusia, yang bertengkar dengan Amerika Serikat (AS) atas kelanjutan operasi besar-besaran tersebut.

Para diplomat mengatakan Irlandia dan Norwegia masih bekerja mencari kompromi, tetapi pemungutan suara tak mungkin dilakukan sehingga operasi bantuan itu akan ditutup. Pada 2020, mandat itu habis masa berlakunya tetapi dapat diperbarui sehari kemudian atas upaya lima anggota tetap DK PBB.

Baca Juga

Kepala bantuan PBB Martin Griffiths mengatakan kepada televisi Kanada CBC pada Ahad bahwa bantuan yang mencakup makanan, obat-obatan, dan tempat tinggal itu adalah penyelamat. "Jika tidak dapat dilanjutkan maka orang-orang akan mati," katanya.

Rusia memveto perpanjangan satu tahun pada Jumat, tetapi usulannya untuk pembaruan enam bulan juga gagal disepakati. Usulan itu, jika diterima, mengharuskan 15 anggota DK PBB untuk mengadopsi resolusi baru pada Januari agar dapat memperpanjang operasi tersebut selama enam bulan berikutnya.

AS, Inggris, dan Prancis mengatakan waktu enam bulan tak cukup bagi kelompok-kelompok bantuan untuk merencanakan dan beroperasi secara efektif. Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield berbicara kepada kelompok-kelompok bantuan pada Ahad. Ia mengatakan kepada mereka bahwa tanpa operasi PBB, 70 persen kebutuhan pangan di Suriah tak akan terpenuhi.

"Sebuah generasi berada dalam bahaya," tulisnya di Twitter.

"LSM-LSM (kelompok-kelompok bantuan) meminta DK PBB untuk terus berjuang menyelamatkan jiwa-jiwa ini. Kami telah bekerja sepanjang akhir pekan dengan DK PBB untuk mencapai kompromi," imbuhnya.

"Tidak perlu bertengkar dan Anda sangat paham soal itu!" cuit Wakil Dubes Rusia untuk PBB Dmitry Polyanskiy menanggapi pernyataan Dubes AS.

Dia mengatakan Rusia tidak bermaksud mematikan operasi PBB itu dan hanya ingin membuatnya lebih efisien dan transparan. Setelah dua pemungutan suara di DK PBB pada Jumat, Polyanskiy mengatakan Moskow akan terus memveto narasi apa pun selain usulannya sendiri. Rusia berpendapat bahwa operasi bantuan PBB melanggar kedaulatan dan integritas wilayah Suriah.

Makin banyak bantuan yang harus dikirim dari dalam negeri, kata Rusia, makin meningkatkan kekhawatiran kelompok oposisi di sana bahwa makanan dan bantuan lainnya akan dikendalikan pemerintah. Pemungutan suara di DK PBB tentang otorisasi operasi bantuan telah lama menjadi debat kusir. Namun, tahun ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan Rusia-Barat akibat invasi Moskow 24 pada Februari ke Ukraina.

Pada 2014, DK PBB mengizinkan pengiriman bantuan kemanusiaan ke daerah-daerah yang dikuasai oposisi di Suriah dari Irak, Yordania, dan dua titik di Turki, sebelum diveto oleh Rusia dan China dan menjadi hanya satu titik perbatasan.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement