Senin 11 Jul 2022 13:00 WIB

Presiden Sri Lanka Disebut akan Mengundurkan Diri

Presiden Sri Lanka berencana mengundurkan diri setelah pengunjuk rasa serbu rumahnya

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa berencana mengundurkan diri setelah puluhan ribu pengunjuk rasa menyerbu kediamannya.
Foto: AP/Andy Buchanan/AFP Pool
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa berencana mengundurkan diri setelah puluhan ribu pengunjuk rasa menyerbu kediamannya.

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa berencana mengundurkan diri setelah puluhan ribu pengunjuk rasa menyerbu kediamannya. Kantor perdana menteri pada Senin (11/7/2022) mengatakan, Rajapaksa telah memberikan pemberitahuan mengenai pengunduran dirinya kepada Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe.

Ketua parlemen Sri Lanka mengatakan, Rajapaksa akan mengundurkan diri pada Rabu (13/7/2022) mendatang. Namun, belum ada keterangan resmi dari Rajapaksa tentang rencana pengunduran dirinya. Sementara Wickremesinghe mengatakan, dia juga akan mundur sehingga pemerintah sementara dari semua partai dapat mengambil alih pemerintahan.

Para pemimpin gerakan protes mengatakan, massa akan terus menduduki kediaman presiden dan perdana menteri di Kolombo sampai keduanya mundur dari jabatannya. Pada Sabtu (9/7/2022) lalu, ribuan pengunjuk rasa menerobos masuk ke kediaman resmi presiden di Kota Kolombo. Polisi tidak dapat menahan gelombang massa yang hadir dari seluruh penjurur Sri Lanka.

"Kami tidak akan pergi ke mana pun sampai presiden mundur, dan kami memiliki pemerintahan yang dapat diterima oleh rakyat," kata Jude Hansana (31 tahun), yang telah berada di lokasi protes di luar kediaman sejak awal April.

"Perjuangan rakyat adalah untuk reformasi politik yang lebih luas. Bukan hanya presiden yang pergi. Ini baru permulaan," kata Hansana menambahkan.

Pengunjuk rasa lainnya, Dushantha Gunasinghe, mengatakan, dia menempuh perjalanan dengan berjalan kaki ke Kolombo yang terletak sejauh 130 kilometer dari tempat tinggalnya. Dia sampai di Kolombo pada Senin pagi.  

"Saya sangat lelah sehingga saya hampir tidak bisa berbicara," kata pria berusia 28 tahun itu sambil duduk di kursi plastik di luar kantor presiden.  

"Saya datang sendirian sejauh ini karena saya yakin kita perlu menyelesaikan ini. Pemerintah ini harus bubar dan kita membutuhkan pemimpin yang lebih baik," kata Gunasinghe menambahkan.

Rajapaksa dan Wickremesinghe tidak berada di kediaman mereka ketika para pengunjuk rasa menyerbu ke dalam gedung. Kedunya juga tidak terlihat di depan umum sejak Jumat (8/7). Hingga saat ini keberadaan mereka tidak diketahui. Rumah pribadi Wickremesinghe di pinggiran Kolombo  dibakar oleh pengunjuk rasa. Polisi telah menangkap tiga tersangka.

Pakar konstitusi mengatakan, ketika presiden dan perdana menteri secara resmi mengundurkan diri, langkah selanjutnya adalah penunjukan penjabat presiden. Parlemen memilih presiden baru dalam waktu 30 hari untuk menyelesaikan masa jabatan Rajapaksa yang akan berakhir pada 2024.  

Sebagian besar warga Sri Lanka terutama menyalahkan pemerintahan Rajapaksa atas krisis ekonomi. Krisis semakin diperparah oleh pandemi Covid-19.

Keuangan pemerintah dilumpuhkan oleh hutang yang menumpuk dan potongan pajak oleh rezim Rajapaksa. Cadangan devisa negara habis karena harga minyak naik.

Sri Lanka hampir tidak memiliki dolar yang tersisa untuk mengimpor bahan bakar. Antrian panjang mengular di depan toko-toko yang menjual gas elpiji. Bulan lalu, Sri Lanka mencatat inflasi sebesar 54,6 persen. Bank sentral telah memperingatkan bahwa inflasi bisa naik mencapai 70 persen dalam beberapa bulan mendatang.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement